Kamis, 06 Maret 2008

Kriteria Diagnosis Praktis

Kriteria Sokolow (CHF)

Kriteria Mayor

Kriteria Minor

1. PND atau Orthopnoe

2. Sesak napas – batuk

3. TVJ meningkat

4. Ronchi basah basal

5. Kardiomegali

6. Edema paru akut

7. Gallop Rhytme

8. Tek. Vena centralis me ­

9. hidrothorak

1. Acites pretibial

2. Batuk2 pada malam hari

3. Hepatomegali

4. Efusi pleura

5. Vital capacity me ¯ 1/3 dari max

6. takikardi, HR > 100x/mnt

Diagnosa à 2 mayor atau 1 mayor 2 minor

Kriteria Zulkarnaen (Demam Tiphoid)

1. Demam > 7 hari, tdk mendadak, suhu naik secara bertangga, pernah mengalami delirium dan apatisdisertai keluhan defekasi dan obstipasi

2. Terdapat 2 atau lebih ditemukan

a. Leukopenia

b. Malaria (-)

c. Keluhan BAK (-)

3. terdapat 2 atau lebih gejala

a. Kesadaran menurun

b. Rangsangan meningal (+)

c. Perdarahan usus (+)

d. Splenomegali

4. Pd pemberian kloramfenikol, suhu turun secara lisis dlm 3 – 5 hari.

Kriteria Kariman Muharman (Demam Tiphoid)

  1. demam > 5 hari, naik bertangga
  2. Fisik diagnostik, ditemukan dua dari :

- apatis

- obstipasi

- epistaksis

- kembung

- mencret

- splenomegali

- bradikardi relatif

- perdarahan perianal

- rangsangan meningal (-)


  1. Laboratorium:

- Leukopenia, limfositosis relatif

- Malaria (-)

- Urine normal


Kriteria Ramachandram (liver abses)

  1. Hepatomegali, nyeri tekan (+)
  2. Riwayat disentri
  3. Leukositosis & demam
  4. Foto thorax : dome diafragma

Fluoroskopi à gerakan diafragma terbatas

Reaksi pleura (-)

Pneumonitis, konsolidasi, abses

  1. merespon terhadap metronidazol : 3 x 750mg (3 – 7 hari)

ATHETOSIS

PENDAHULUAN

Athetosis merupakan suatu istilah medis yang digunakan pada suatu pergerakan yang lambat, tidak bertujuan, tidak disadari pada tangan dan kaki. Jari-jari secara terpisah bergerak fleksi dan ekstensi, abduksi dan adduksi dalam pola yang keseluruhan tidak teratur. Tangan keseluruhan juga bergerak, dan lengan, jari kaki dan kaki dapat juga terkena.

Kondisi ini biasanya dikarenakan adanya lesi di otak yang menyebabkan hemiplegia, dan terutama sering pada masa kanak-kanak. Terkadang ditemukan sebagai congenital, dan selebihnya dikarenakan kerusakan otak pada saat lahir. Atethosis lebih sering dikaitkan dengan hemiplegia, suatu kondisi dimana pada awalnya ketidak dapatan bergerak secara sadar dari bagian tubuh yang terkena: namun kemudian, terdapat pulihnya sejumlah tertentu kekuatan bergerak dari bagian tubuh yang terkena, pergerakan berirama yang lambat dari athetosis adalah yang pertama ditemukan. Namun demikian, atehosis tidak pernah didapati jika tidak terjadi pemulihan kemampuan gerak yang disadari. Distribusinya oleh karenanya selalu terjadi hemiplegia, dan seringkali dikaitkan dengan sedikit banyaknya gangguan kejiwaan .

Pergerakan ini mungkin ada ataupun tidak pada saat tidur. Pergerakan ini tidak dapat ditahan lebih dari beberapa detik oleh keinginan, dan diperberat dengan pergerakan yang disadari. Prognosisnya tidak terlalu baik, karena kondisi ini cenderung untuk tidak mengalami perubahan dalam bertahun-tahun, meskipun perbaikan terkadang terjadi, bahkan pada sedikit kasus, adanya pemulihan total.


DEFINISI

Athetosis adalah suatu pergerakan lambat yang berkelanjutan, berliku, seperti menggeliat, terjadi pada tangan dan kaki. Pergerakan yang menyerupai atethosis disebut dengan pergerakan athetoid. Dikatakan bahwa kondisi ini terjadi akibat adanya kerusakan pada corpus striatum di otak, dan dapat juga disebabkan oleh karena lesi pada thalamus motorik.

Athetosis dibedakan dengan pseudoathetosis, yang merupakan suatu pergerakkan menggeliat yang abnormal, terutama pada jari-jemari, yang terjadi ketika menutup mata, disebabkan oleh karena kegagalan sensasi posisi sendi (proprioception), seperti yang sering terjadi pada neuropati perifer.

PATOFISIOLOGI

Penelitian dengan Electromyografi menunjukka bahawa terdapat suatu lepasan sinyal listrik yang tidak tersinkronisasi pada motor unit yang menyerupai persarafan normal volunter, kecuali bahwa hal ini terjadi tanpa disadari, dan tidak adanya relaksasi normal pada otot-otot yang berlawanan, oleh karenanya, tentu saja, terjadi distorsi dan menggeliat.

Pergerakan dan postur yang abnormal ini tidak selalu disebabkan oleh karena bagian dari korda posterior, sebagaimana halnya dengan jenis lainnya dari “ spastisitas “ dan “ rigiditas “. Ini adalah salah satu al;asan mengapa banyak operasi termasuk pemotongan saraf perifer kurang efektif, tindakan tersebut hanya sekedar membalikkan deformitas yang sudah terjadi. Fiksasi dengan bidai ataupun cast (penyangga) melibatkan bahaya terjadinya luka karena tekanannya. Pada athetosis sepertinya diduga bahwa keadaan ini tidak tergantung pada pelepasan dan penguatan dari lokal reflek yang predominan (sebagaimana terjadi pada hemiplegic spasticity), namun oleh karena aliran berulang-ulang impuls dari pusat yang lebih tinggi sebagai respon dari rangsangan afferent oleh berbagai sebab. Karena pergerakan involunter ini terjadi pada daerah yang hemiplegi, kemungkinan impuls ini tidak melalui traktur piramidalis.

VARIASI KLINIS ATETHOSIS

Mekanisme fisiologis yang disebutkan diatas terlihat alam kasus-kasus dimana terdapat kerusakan pada titik tertentu di ganglia basalis : bagian mesial dan yentral dari thalamus, nucleus lenticularis, corpus luysi, dan terkadang red nucleus dan traktus yang mengarah ke daerah tersebut dari cerebellum. Posisi lesi dikaitkan dengan sistem pyramidal dan extrapyramidal ditunjukkan secara skematik pada Gambar 1. cedera semacam itu dapat dihasilkan oleh berbagai sebab. Etiologi tersering dari sindroma ini adalah cedera pada saat lahir. Pada delapan belas dari tiga puluh delapan kasus yang terjadi, terdapat riwayat definitif adanya trauma pada saat lahir, dan pada masing-masing kasus jabang bayi diketahui mengalami kelumpuhan segera. Pada dua kasus, bayi lahir prematur, dan pada satu kasus, terdapat penyakit perdarahan, dengan onset gejala tujuh bulan, dua belas tahun, dan delapan bulan kemudian. Gejalanya biasanya mengalami retardasi; pada duabelas kasus diamati terjadi pada usia delapan dan dua puluh tahun. Dua dari penyakit ini diketahui menurun pada keluarga; pada sepuluh lainnya tidak ada etiologi yang diketahui (idiopatik).

Athetosis dapat juga terjadi pada penyakit infeksi dan penyakit degeneratif serta rudapaksa. Satu kasus terjadi adanya hemiplegia setelah infeksi pneumonia, dan pernah dilaporkan juga terjadi setelah encephalitis, multiple sclerosis, serta rudapaksa. Athetosis sebagai akibat adanya suatu tumr sangat jarang terjadi tumor.

Belum ada statistik yang dapat dipercaya yang telah tersedia, namun insidensi trauma lahir pada umumnya relatif lebih besar daripada kasus poliomyelitis, dan, secara kasar diperkirakan, antara 10 dan 25 persen. Dari kasus-kasus trauma lahir menunjukkan adanya athetosis atau dystonia. Pasiennya sebagian tidak mengalami gangguan intelegensi..


PENATALAKSANAAN

Athetosis pada masa lalu dianggap sebagai suatu neurosis. Memang tidak diragukan bahwa pergerakan yang abnormal biasanya sangat meningkat dalam pengaruh ledakan emosi atau kegembiraan, dan pasien seringkali mengalami perbaikan setelah keadaan mejadi lebih tenang.


Fisioterapi

Pelatihan otot dan latihan tertentu menunjukkan hasil yang menggem,birakan pada beberapa kasus. Peningkatan kekuatan atau nutrisi otot jarang diperlukan. Yang diperlukan adalah relaksasi, dan hal ini terbukti sulit dilatih. Sayangnya, belum ada analisa statistik dari penelitian yang telah dilakukan. Analisa semacam itu akan selalu berharga, dan jika berhasil, tidak perlu dipertimbangkan tindakan lainnya yang lebih drastis, namun berdasarkan pertimbangan kemampuan intelegensi dan keinginan pasien terbukti banyak yang tkurang berhasil dengan cara ini.

Terapi Obat-obatan

Di masa lalu penggunaan obat-obatan sepenuhnya tidak memperoleh hasil yang memuaskan. Telah dilaporkan penggunaan kurare dengan hasil yang menjanjikan, yang memberikan relaksasi dari spastisitas hemiplegik dan pergerakan athetoidyang berlangsung terkadang sampai beberapa hari. Pengobatan semacam ini belum menjadi dasar praktis medis

Pengobatan Bedah Ortopedik

Secara keseluruhan, sedikit yang sudah didapatkan untuk sindroma atethoid dengan operasi otot dan saraf perifer. Pemotongan Posterior-root menggunakan cara Stoffel dikontraindikasikan. stabilisasi ankle atau tenotoniy tendon Achilles dalam beberapa kasus menguntungkan. Fiksasi External dari ektremitas yang terkena jarang dilakukan.


Pengobatan Bedah Saraf

Operasi yang sukses pertama kali untuk athetosis dilaprkan oleh Horsley pada tahun 1909. pada suatu kasus athetosis di salah satu lengan, Horsley melakukan reseksi corteks motoris yang berkorespondensi, hal ini mengentikan pergerakan abnormal, yang digantikan dengan paralysis inkomplet. Operasi yang berhasil dengan jenis ini kemudian banyak dilaporkan. Beberapa kasus yang tidak berhasil juga dilaporkan dan dilaporkan juga satu kasus kematian. Penelitian selanjutnya menganjurkan agar operasi ini hanya dilakukan jika hanya satu ekstremitas saja yang terkena.

Jenis operasi lainnya dikenal pada tahun 1931, yang terdiri atas pemotongan jalur ekstrapiramidal pada medulla spinalis segmen servikal. Traktus extrapyrarnidal merupakan sistem desenden yang panjang yang menyambungkan dengan lesi dibagian atasnya, namun tidak mengikuti lesi pada daerah kortikal atau kapsuler.

DAFTAR RUJUKAN

1. Putnam, TJ, . The Diagnosis And Treatment Of Athetosis And Dystonia, Available From URL : www.jbjs.org

2. Atethosis, available from URL : http://en.wikipedia.org/wiki/athetosis.htm

3. Atethosis, available from URL : http://www.1911encyclopedia.org/atethosis.htm

PAPIL EDEMA

PENDAHULUAN

Papilledema adalah suatu pembengkakan discus saraf optik sebagai akibat seunder dari peningkatan tekanan intrakranial. Berbeda dengan penyabab lain dari pembengkakan discus saraf optik, pengelihatan biasanya masih cukup baik pada papilledema akut. Papilledema hampIr selalu timbul sebagai fenomena bilateral dan dapat berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa minggu. Istilah ini tidak dapat digunakan untuk menggambarkan pembengkakkan discus saraf optik yang disebabkan oleh karena infeksi, infiltratif, atau peradangan.

DEFINISI

Edema discus saraf optic, biasanya bilateral, yang disebabkan oelh karena peningkatan tekanan intrakranial.

PATOFISIOLOGI

Pembengkakkan discus saraf optik pada papilledema disebabkan oleh karena tertahannya aliran axoplasmic dengan edema intra-axonal pada daerah discus saraf optik. Ruang subarachnoid pada otak dilanjutkan langsung dengan pembungkas saraf optik. Oleh karenanya, jika tekanan cairan cerebrospinal (LCS) meningkat, maka tekanannya akan diteruskan ke saraf optik, dan pembungkus saraf optic bekerja sebagai suatu tourniquet untuk impede transport axoplasmik. Hal ini menyebabkan penumpukan material di daerah lamina cribrosa, menyebabkan pembengkakan yang khas pada saraf kepala. Papilledema dapat tidak terjadi pada kasus sebelum terjadinya optic atrophy. Pada kasus ini, ketiadaan papilledema sepertinya adalah sebagai akibat sekunder terhadap penurunan jumlah serabut saraf yang aktif secara fisiologis.

ETIOLOGI

o Setiap tumor atau space-occupying lesions (SOL) pada SSP

o Hipertensi intrakranial idiopatik

o Penurunan resorbsi LCS (cth, thrombosis sinus venosus, proses peradangan, meningitis, perdarahan subarachnoid)

o Peningkatan produksi LCS (tumor)

o Obstruksi pada sistem ventrikular

o Edema serebri/encephalitis

o Craniosynostosis

KLINIS

Anamnesa

Kebanyakan gejala yang terjadi pada pasien dengan papilledema adalah aibat sekunder dari peningkatan tekanan intrakranial yang mendasarinya.

o Sakit kepala: sakit kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial secara karakteristik emmburuk ketika bangun tidur, dan dieksaserbasi oleh batuk dan jenis manuver Valsava lainnya.

o Mual dan muntah: jika peningkatan tekanan intrakranialnya parah, mual dan muntah dapat terjadi. Ini selanjutnya dapat diserai denan kehilangan kesadaran, dilatasi pupil, dan bahkan kematian

o Gejala Visual seringkali tidak ditemukan, namun gejala-gejala berikut dapat terjadi:

o Bebrapa pasirn mengalami gangguan visual transient (adanya pengelihatan memudar keabu-abuan pada penygelihatan, terutama ketika bangun dari posisi duduk atau berbaring, or transient flickering as if rapidly toggling a light switch).

o Pengelihatan kabur, konstriksi pada lapangan pandang, dan penurunan persepsi warna dapat terjadi.

o Diplopia dapat terkadang ditemukan jika suatu kelumpuhan saraf ketujuh terjadi.

o Tajam pengelihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada penyakit yang sudah lanjut.

Pemeriksaan Fisik

o Riwayat penyakit pasien harus diselidiki, dan pemeriksaan fisik, termasuk tanda vital, harus dilakukan. Terleih lagi, tekanan darah harus diperiksa untuk menyingkirkan hipertensi maligna.

o Pasien harus diperiksa akan adanya gangguan neurologis dan penyakit yang berhubungan dengan demam.

o Tajam pengelihatan, pengelihatan warna, dan pemeriksaan pupil seharusnya normal. Defek relatif aferen pupil biasanya tidak ditemukan. Defisi abduksi sebagai akibat seunder dari kelumpuhan saraf kranialis keenam terkadang dapat ditemukan berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

o Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan untuk menemukan tanda-tanda berikut:

o Manifestasi awal

§ Hiperemia diskus

§ Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi dengan pemeriksaan slit lamp biomicroscopy yang cermat dan oftalmoskopi langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal dari diskus. Tanda kunci terjadi ketika edema lapisan serabut saraf mulai menghambat pembuluh darah peripapiler.

§ Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling mudah denan cahaya bebas merah (hijau).

§ Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80% individu dapat menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat lebih dari 200 mm air.


o Manifestasi lanjut

§ Jika papilledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut saraf akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara kasar terlihat terangkat.

§ Terjadi sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler menjadi lebih jelas, diikui dengan eksudat dan cotton-wool spots.

§ Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau, terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton lines. Lipatan Choroidal juga dapat ditemukan.

o Manifestasi kronis

§ Jika papilledema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat pada diskus yang sudah hilang central cup-nya.

§ Seiring dengan waktu, disus dapat mengembangkan deposit kristalin yang mengkilat (disc pseudodrusen).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Pemeriksaan lab:

Pemeriksaan darah biasanya tidak membantu dalam diagnosis papilledema. Jika diagnosis meragukan, hitung darah lengkap, gula darah, angiotensin-converting enzyme (ACE), Laju endap darh (LED), dan serologi sifilis dapat membantu dalam emnemukan tanda-tanda penyakit infeksi, metabolik, atau peradangan.

o Pemeriksaan Pencitraan:

o Neuroimaging segera (CT scan, MRI) otak dengan kontras harus dilakukan dalam usaha untuk mengidentifikasi adanya lesi massa SSP.

o B-scan ultrasonography dapat berguna untuk meningkirkan disc drusen yang tersembunyi.

o Fluorescein angiography dapat digunakan untuk mebantu menegakkan diagnosis. Papilledema akut menunjukkan peningkatan dilatasi kapiler peripapillar dengan kebocoran lanjut pada kontras.

o Pemeriksaan lain:

o Perimetri

§ Lapang pandang harus diperiksa. Umumnya menunjukkan pembesaran titik buta. Pada edema diksus yang ekstrim, suatu “pseudo“ hemianopsia bitemporal dapat terlihat.

§ Pada papilledema kronis, pembatasan lapang pandang, terutama daerah inferior, secaar bertahap dapat terjadi, ang selanjutnya dapat memburuk menjadi kehilangan pengelihaan sentral dan kebutaan total.

o Fotografi warna Stereo pada diskus optikus berguna untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi.

DIAGNOSIS BANDING

o hipertensi

o Hipertensi intracranial idiopatik

o Optic Neuritis

o Optic Neuropathy, kompresif, toksik

o Pseudopapilledema

o Sarcoidosis

o Scleritis

o Thyroid Ophthalmopathy

o Toxoplasmosis

o Vogt-Koyanagi-Harada Disease

o Diabetic papillitis

PENATALAKSANAAN

o Obat-obatan

o Terapi, baik secara medis atauoun bedah, diarahkan kepada pross patologis yang mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan okuler.

o Terapi spesifik harus diarahkan kepada lesi massa yang mendasarinya jika ditemukan.

o Diuretik: obat carbonic anhydrase inhibitor, acetazolamide (Diamox), dapat berguna pada kasus tertentu, terutama pada kasus-kasus hipertensi intrakranial idiopatik. (pada keberadaan trombosis sinus venosus, diuretik dikontraindikasikan. Pada keadaan ini, evaluasi oleh seorang ahli hematologis direkomendasikan.)

o Penurunan berat badan direkomendasikan pada kasus hiertensi intrakranial idiopatik.

o Kortikosteroid mungkin efektif dalam kasus yang berkaitan dengan keadaan peradangan (ch, sarcoidosis).

o Pembedahan:

o Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat.

o Lumboperitoneal shunt atau ventriculoperitoneal shunt dapat digunakan untuk memintas LCS.

o Dekompesi selubung saaf optik dapat dilakukan untuk mengurangi pemburukan gejala okuler dalam kasus hipertensi intrakranial idiopatik yang tidak terkontrol dengan obat-obatan. Prosedur ini kemungkinan tidak akan menghilangkan sakit kepala persisten yang terjadi.

o Diet: pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli diet dalam kasus hipertensi intrakranial idiopatik mungkin diperlukan.

PROGNOSIS

Prognosis dari papilledema sangat tergantung pada penyebabnya. Kebanyakan psien yang terkena tumor otak metastase prognosisnya sangat buruk; pada penyakit obstruksi ventrikuler dapat dibuat pintasan dengan sukses; pada pasien dengan pseudotumor biasanya dapat diobati dengan cukup baik. Diagnosis papilledema memerlukan pejajakan yang serius sampai keadaan patologi yang paling buruk dapat disingkirkan. Dimana, konsultasi neurologis, bedah saraf, atau neuroradiologis biasanya diperlukan. Namun demikian, setelah masalahnya dapat dikurangi menjadi hanya papilledema saja, ahli penyakit mata dapat menentukan penatalaksanaan sgresif yang terbaik yang perlu dilakukan. Sangat sering terjadi, kebutaan permanen terjadi pada kondisi yang relatif ringan seperti hipertensi intrakranial idiopatik karena kurangnya keterlibatn ahli penyakit mata.

MUSCULAR DYSTROPHY

PENDAHULUAN

Catatan sejarah mengenai muscular dystrophy (MD) pertama kali muncul pada tahun 1830, ketuka Sir Charles Bell menulis suatu essai mengenai suatu penyakit yang menyebabkan kelemahan penyakit pada anak-anak. Enam tahun kemudian, ilmuan lain melaporkan mengenai dua bersaudara yang terkena kelemahan generalisata, kerusakan otot, dan tergantinya jaringan otot yang rusak dengan jaringan lemak dan jaringan ikat. Pada waktu itu, gejala tersebut diduga berkaitan degnan tuberculosis.[

Pada tahun 1850an, penjelasan mengenai anak-anak yang tumbuh dengan kelemahan progresif, kehilangan kemampuan untuk berjalan, dan meninggal pada usia muda menjadi bermunculan di jurnal-jurnal kedokteran. Dalam dekade selanjutnya, ahli penyakit saraf dari Prancis Guillaume Duchenne memberikan laporan yang komprehensif mengenai 13 anak lai-laki dengan bentuk tersering dan terparah dari penyakit ini (yang selanjutnya dinamakan sesuai namanya — Duchenne muscular dystrophy). Selanjutnya segera menjadi jelas terbukti bahwa penyakit ini terdiri dari beberapa jenis, dan penyakit ini menyerang orang dari berbagai jenis kelamin dan usia.

DEFINISI

Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok yang terdiri lebih dari 30 penyakit genetic yang ditandai dengan kelemahan progresif dan degenerasi pada otot rangka yang mengendalikan gerakan.

Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa bentuk yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Gangguan-gangguan ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan perluasan kelemahan otonya (ada beberapa bentuk dari MD yang juga menyerang otot jantung), onset usia, tingkat progresifitas, dan pola pewarisannya.

ETIOLOGI GENETIK

Kondidi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan yang berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD), diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk menyebbkan kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh karenanya terkena penyakit terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita. Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar dua pertiga kasus DMD, pria yang terkena penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan gen DMD. Sepertiga yang lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini. Perempuan yang membara satu salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria. Duchenne muscular dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh mutasi pada gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme creatine kinase. Gen dystrophin adalah gen terbanyak kedua pada mamalia.

JENIS

Duchenne MD adalah bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak laki-laki. Dikarenakan karena kurangnya dystrophin, suatu protein yang mempertahankan integritas otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5 tahun dan kelainan ini memburuk dengan cepat. Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan kehilangan kmmampuan berjalan pada usia 12, dan selanjutnya memerlukan bantuan respirator untuk bernafas. Anak perempuan pada keluarga memiliki kemungkinan 50% mewarisi dan menurunkan gen yang rusak pada anak-anak mereka.

Becker MD (sangat mirip namun kurang parah dibandingkan dari Duchenne MD) memiliki jumlah dystrophin yang tidak terlalu banyak.

Facioscapulohumeral MD biasanya dimulai pada usia remaja. Ini menyebabka kelemahan progresif pada otot di wajah, lengan, kaki, dan disekitar bahu dan dada. Progresifitasnya lambat dan gejalanya dapat bervariasi dari ringan sampai berat.

Myotonic MD adalah bentuk kelainan tersering pada dewasa dan ditandai dengan spasme oto yang lama, katarak, kelainan jantung, dan gangguan endokrin. Individu dengan myotonic MD memiliki wajah yang panjang, kurus, kelopak mata yang jatuh, dan leher seperti angsa.

GEJALA

MD dapat menyerang semua orang dari segala usia. Meskipun beberapa jenis pertama kali pada bayi atau anak-anak, yang lainnya mungki tidak akan muncul sampai usia pertengahan.

Gejala yang paling tersering adalah kelemahan otot (sering jatuh, gangguan berjalan, kelopak mata yang jartuh), kelainan rangka dan otot. Pemeriksaan neurologis seringkali menemukan hilangnya jaringan otot (wasting), kontraktur otot, pseudohypertrophy dan kelemahan. Beberapa jenis dari MD dapat timbul dengan tambahan kelainan jantung, penurunan intelektual dan kemandulan. Berikut gejala-gejala yang dapat ditemukan :

o Kelemahan otot yang progresif

o Gangguan keseimbangan

o Sering jatuh

o Kesulitan berjalan

o Waddling Gait

o Calf Pain

o Jangkauan gerak terbatas

o Kontraktur otot

o Gangguan respiratori

o Ptosis

o Atrofi Gonad

o Scoliosis

o Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan cardiomyopathy atau arttmia

DIAGNOSIS

Diagnosis dari MD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam beberapa kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang dapat membantu antara lain, peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan electromyography, yang konsisten dengan keterlibatan miogenik.

Pemeriksaan fisik dan anamnesa yang tepat akan membantu dalam menentukan jenis dari MD. Kelompok otot tertentu berkaitan dengan jenis tertentu MD.

Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada beberapa jenis MD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat yang membuat otot tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.

PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan spesifik yang diketahui untuk MD. inaktivitas (seperti tirah baring atau bahkan duduk dalam jangka waktu lama) dapat memeprberat penyakit. Fisioterapi dan instrumentasi ortopedik (cth. Kursi roda) dapat membantu. Pembedahan ortopedi korektif mungkin diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dalam beberapa kasus.

Masalah pada jantung yang ditemui pada Emery-Dreifuss MD dan myotonic MD mungkin memerlukan alat pacu jantung. Myotonia yang terjadi pada myotonic MD dapat diterapi dengan obat-obatan seperti phenytoin atau quinine.

PROGNOSIS

Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari jenis MD dan progresifitas penyakitnya. Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, edngan kehidupan normal, sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang bermakna, disabilitas fungsional dan kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat tergantung pada derajat pemburukan dan defisit pernapasan lanjut. Pada Duchenne MD, kematian biuasanya terjadi pada usia belasan sampai awal 20an.

DEMENSIA

PENDAHULUAN

Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik. Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan gejala yang bisa disebabkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi otak. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua atau lebih fungsi otak, seperti ingatan dan keterampilan berbahasa, menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran.

Perjalanan penyakit demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda. Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian angka). Sering terjadi perubahan kepribadian dan gangguan perilaku.

Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara sehingga penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.

Beberapa penderita bisa menyembunyikan kekurangan mereka dengan baik. Mereka menghindari aktivitas yang rumit (misalnya membaca atau bekerja). Penderita yang tidak berhasil merubah hidupnya bisa mengalami frustasi karena ketidakmampuannya melakukan tugas sehari-hari. Penderita lupa untuk melakukan tugasnya yang penting atau salah dalam melakukan tugasnya.

Demensia cukup sering dijumpai pada lansia, menimpa sekitar 16% kelompok usia di atas 65 tahun dan 32-50% kelompok usia di atas 85 tahun. Pada sekitar 10-20% kasus demensia bersifat reversibel atau dapat diobati. Yang paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik, karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang tidak beraturan) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia Lewy Body sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.

DEFENISI

Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang umumnya progresif dan irreversible. Biasanya ini sering terjadi pada orang usia diatas 65 tahun. Di Indonesia sering menganggap bahwa demensia ini merupakan gejala normal pada setiap orang tua. Namun kenyataannya itu merupakan suatu anggapan yang salah. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan masyarakat kita yang salah.

Faktor resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah : usia, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan.

Demensia harus bisa kita bedakan dengan gangguan mental, gangguan daya ingat atau intelektual yang akan terjadi dengan berjalannya waktu dimana fungsi mental yang sebelumnya telah dicapai secara bertahap akan hilang atau menurun sesuai dengan derajat yang diderita.

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

I. Demensia

1. Idiopatik / degenerasi

ü Alzheimer’s disease

ü Huntington’s disease

ü Progressif supranuclear palsy

ü Spinocereberal degeneration

2. Vascular disorder

ü Multi infarct demensia

ü Lacunar demensia

ü Subcortical arteriosclerotic encelophaty

ü Vasculitis

ü Aneurisma intracranial

ü Amyloid angiophaty

ü AVM ( arterivenous malformation )

ü SAH ( subarachnoid hemorrhage )

3. Normal pressure hydrocephalus

4. Neoplastik disease : brain tumor primer / sekunder

5. CNS infection :

ü Neurosyphillis,

ü Brain abcess

ü AIDS dementi complex

6. Metabolic disorder :

ü HypothyroidismV

ü Vit B 12 deficienty

ü Wilson’s disease

7. Head trauma

ü Acute & delayed effect of head injury

ü Punch drunk syndrome

ü Subdural hematom

8. Intoxication : Hg, Mn, Barbiturat, Amphetamin, dan halusinogen lainnya.

II. Pseudodementia

1. Depression

2. Schizophrenia

3. Aging

4. Anxietas

III. Amnestic syndrome

1. Head trauma

2. Hypoxia

3. Bilateral posterior cerebral arteri infarct

4. Transient global amnesia

5. Psycogenic amnesia

6. Brain tumor

PATOFISIOLOGI

Begitu banyak factor penyebab terjadinya dementia pada berbagai penyakit yang telah disebut di atas. Apapun sebabnya, semuanya menyebabkan perubahan psyco – neurokimiawi di otak.

Factor – factor gangguan regulasi DNA, neural reserve capacity untuk CNS performance yang exhausted, dan gangguan supply energi untuk metabolisme CNS dapat menyebabkan penurunan glycolitik yang kemudian berturut – turut mengakibatkan penurunan sintesa Acetyl CO enzim A yang penting untuk sintesa Acetil Choline, penurunan aktifitas Cholin Asetiltransferase di kortek hipokampus, maka akibatnya terjadi penurunan kadar aktifitas kholinergik sehingga menyebabkan demensia.

Pada penelitian terbukti bahwa, penurunan kadar Cholin Asetiltransferase mempunyai korelasi langsung dengan hasil test mental score / aktifitas intelektual yang menurun dan juga peninggian jumlah plague senille. Aktifitas kholinergik bersumber terutama pada basal fortebrain nucleus of mainert, locus ceruleus, dan dorsal raphe nuclei.

Secara ringkas bahwa proses demensia adalah terjadinya perubahan neuro kimiawi yang tersebut dibawah ini :

1. pengurangan neurotransmitter klasik :

ü asetil kolin

ü nor adrenalin dan metabolitnya

ü dopamine

ü 5 HT

2. pengurangan amino acid neurotransmitter : Glu., Gly., GABA

3. pengurangan enzim –enzim : AchE, DOPA decarboksilase, GAD., CAT

4. pengurangan neuro peptide : somatostatin, dll.

Khusus pada Alzheimer disease disamping yang tersebut di atas, kemungkinan penyebab lain yang ikut berperan adalah adanya efek genetic ( serineprotease inhibitor ) sehubungan dengan deposit A4Beta amyloid peptide pada kromosom 21 sehingga menyebabkan pembentukan neurofibrillary tangles dan senile plaque dan granulofacuolar degenerasi lebih dini.

Prose ketuan fisik yang fisiologis seperti halnya timbulnya katarak senilis, osteoporosis, alopesia, rontoknya gigi, gangguan pendengaran, gangguan sexual tidaklah selalu paralel dengan timbulnya demensia senilis.

Usia 65 tahun keatas sel – sel otak berangsur ada yang mati dan jumlahnya berkurang, otak menjadi lebih atrofi, sulcus menjadi lebih lebar, dan ventrikiel melebar. Proses ketuaan ini bukanlah suatu penyakit, jadi tidak perlu ditakuti. Yang penting perlu dijaga jangan sampai mempunyai faktor resiko penyakit vascular ataupun metabolisme yang bisa mengganggu suplai energi dan metabolisme otak seperti yang diterangkan di atas. Ada banyak orang sampai usia 80 tahun tetapi masih aktif mengarang buku, menjadi pemimpin Negara, dll.

GEJALA KLINIS

I. Gejala umum

Gangguan memori, intelek dan behavior : lupa nama wajah orang yang dikenalnya, tidak tahu waktu, bahkan kedudukan dia sendiri di keluarga. Pendapat dan pertimbangannya selalu salah, tingkah laku yang berubah, biasanya pasien berkeras bahwa ia tidak sakit.

Gangguan neurologi : afasia, apraksia ataupun spatial agnosia. Penderita kesulitan mengenakan pakaiannya sendiri, salah memegang cangkir, dll.

Gangguan afektif : apatis, regresi dan kadang bisa euphoria.

II. Gejala khusus

Alzheimer disease : gejala adanya primitive refleks, ini penting untuk membedakan gangguan dini dengan yang disebabkan gangguan psikosis ataupun gangguan organic. Gejala gangguan refleks primitive misalnya sucking & pouting refleks, glabela tap refleks, tonik grasp, palmomental refleks. Gejala stadium lanjut diikuti adanya hipokinesia, mask – like expression, dispasia, diskalkulia, disgravia.

DEMENSIA TIPE ALZHEIMER

Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% memeiliki demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Allois Alzheimer sekitar tahun 1910. demensia ini ditandai dengan gejala :

ü Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif

ü Daya ingat terganggu, ditemukan adanya: afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif.

ü Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru.

ü Perubahan kepribadian (depresi, obsesitif, kecurigaan).

ü Kehilangan inisiatif.

Factor resiko penyakit Alzheimer :

ü Riwayat demensia dalam keluarga

ü Sindrom down

ü Umur lanjut

ü Apolipoprotein, E4

Factor yang memberikan perlindungan terhadap Alzheimer :

ü Apolipoprotein E, alel 2

ü Antioksidan

ü Penggunaan estrogen pasca menopause ( pada demensia tipe ini lebih sering pada wanita )

ü NSAID

Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem ditemukan lost selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.

- Pada makroskopik : penurunan volume girus pada lobus frontalis dan temporal

- Pada mikroskopik : plaque senilis dan serabut neurofibrilaris

Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah neurotransmitter. Hal ini sangat mempengaruhi aktifitas fisiologis otak.

Tiga neurotransmitter yang biasanya terganggu pada Alzheimer adalah Asetil kolin, Serotonin, dan Norephinefrine. Pada penyakit ini diperkirakan adanya interaksi antara genetic dan lingkungan yang merupakan factor pencetus. Selain ini dapat berupa trauma kepala dan rendahnya tingkat pendidikan

Stadium penyakit Alzheimer dibagi atas 3 berdasarkan beratnya deteorisasi intelektual

Stadium I (amnesia)

Stadium II (bingung)

Stadium III (akhir)

- berlangsung 2-4 tahun

- amnesia menonjol

- gangguan :

- diskalkulis

- memori jangka

penuh.

- perubahan emosi

ringan.

- Memori jangka panjang baik.

- Keluarga biasanya tidak terganggu.

- Berlangsung 2-10 tahun

- Kemunduran aspek fungsi luhur (apraksia, afasia, agnosia, disorientasi)

- Agresif

- Salah mengenali keluarga

- Setelah 6-12 tahun

- Memori dan intelektual lebih terganggu

- Akinetik

- Membisu

- Inkontinensia urin dan alvi

- Gangguan berjalan

DIAGNOSIS

Pedoman diagnostik demensia Alzheimer menurut PPDGJ III :

  1. terdapat gejala demensia secara umum
  2. onset bertahap dengan perkembangan lambat
  3. tidak ada bukti klinis dan pemeriksaan yang mendukung adanya penyakit otak / sistemik yang dapat menyebabkan demensia
  4. tidak ada serangan / gejala neurologik kerusakan otak fokal

Pedoman diagnostic menurut WHO ( ICD X ):

  1. lupa kejadian yang baru saja dialami
  2. kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari – hari
  3. kesulitan dalam berbahasa
  4. disorientasi waktu dan tempat
  5. tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat
  6. kesulitan berfikir abstrak
  7. salah menaruh barang
  8. perubahan suasana hati
  9. peubahan perilku / kepribadian
  10. kehilangan inisiatif

PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Pengobatan / pencegahan hanya dalam bentuk faliatif, yaitu : nutrisi tepat, latihan, pengawasan aktifitas, selain itu bisa diberikan obat Memantine ( N – metil ) 25 mg/hari, Propanolol ( Inderal ), Haloperidol, dan penghambat Dopamin potensi tinggi untuk kendali gangguan perilaku akut. Selain itu diberikan “ Trasine Hidrokloride “ ( inhibitor Asetil kolin esterase ) unuk gangguan kognitif dan fungsionalnya.

Pencegahan antara lain, bagaiman cara kita lebih awal untuk mendeteksi Alzheimer disease serta memperkirakan siap yang mempunyai factor resiko terkena penyakit ini sehingga dapat dicegah lebih awal. Pencegah dapat juga perubahan daya hidup ( diet, kegiatan olahraga, aktifitas mental )

Tujuan penangan Alzheimer :

ü mempertahankan kualitas hidup yang normal

ü memperlambatan perburukan

ü membantu keluarga yang merawat dengan memberi informasi yang tepat

ü menghadapi kenyataan penyakit secara realita