Kamis, 06 Maret 2008

FACIAL PALSY

FACIAL PALSY

PENDAHULUAN

Facial Palsy adalah suatu kelainan, kongenital maupun didapat, yang menyebebkan paralisis seluruh ataupun sebagian pada pergerakan wajah. Aksi gerakan pada wajah dimulai dari otak dan berjalan melalui saraf facialis menuju otot-otot di wajah. Otot-otot ini selanjutnya berkontraksi sebagai respon terhadap stimulus. Didalam tengkorak kepala, saraf facialis adalah suatu saraf tunggal. Setelah keluar dari tengkorak kepala, bercabang menjadi banyak cabang yang menuju ke berbagai otot pada wajah. Otot-otot ini mengendalikan ekspresi wajah. Aktivitas yang terkoordisnasi dari saraf dan otot-otot menyebabkan pergerakan seperti tersenyum, mengedip, menyimak, dan cakupan penuh dari pergerakan wajah normal. Penyakit ataupun cedera yang menyerang otak, nervus facialis ataupun otot-otot pada wajah dapat menyebabkan facial palsy.

Facial palsy disebut juga dengan paresis. Paresis menunjukkan suatu kelemahan dalam pergerakan wajah. Palsy biasanya digunakan pada berkurangnya pergerakan sampai hilang sama sekali. Moebius syndrome merupakan subtipe dari facial palsy. Sindroma ini melibatkan kelemahan dari otot-otot yang berkaitan dengan ekspresi wajah dan pergerakan mata dari sisi ke sisi. Moebius syndrome dapat juga melibatkan kelainan pada ekstremitas.

ANATOMI

Nervus kranialis VII (facialis) berfungsi terutama sebagai saraf motoris (beberapa serabut sensoris dari meatus akustikus eksternus, serabut pengendali salivasi dan serabut pengecapan dari lidah bagian depan dalam cabang chorda tympani). Saraf ini juga mempersarafi stapedius (sehingga lesi saraf total akan merubah kepekaan pendengaran pada daerah yang terkena). Dari nukleus nervus facialis di batang otak, serabutnya melewati diatas nukleus VI sebelum meninggalkan pons di sebelah medial medial dari VIII dan melalui meatus akustikus internus. menembus petrosa temporal melalui kanalis facialis, melebar unutk membentuk ganglion geniculata (pengecapan dan salivasi) pada sisi medial di telinga tengah dimana melekuk tajam, untuk keluar melalui foramen stylomastoideus untuk mempersarafi seluruh otot ekspresi wajah termasuk platysma.

GAMBARAN KLINIS

Kelemahan pada otot-otot ekspresi wajah dan ptosis. Wajah seperti terjatuh dan tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna dan dapat menyebabkan keruaakan pada conjunctiva dan cornea.

o Pada paralisis partial, wajah sebelah bawah umumnya lebih sering terkena.

o Pada kasus yang parah, seringkali terdapat hilangnya kemampuan pengecapan pada lidah bagian depan dan intoleransi terhadap suara nada tinggi atau volume suara tinggi. Dapat menyebabkan dysarthria ringan dan kesulitan saat makan.

Sistem yang paling sering digunakan untuk menggambarkan derajat paralysis adalah skala House-Brackmann, dimana 1 adalah kekuatan normal 6 adalah paralisis total.

Adalah penting untuk mengetahui apakah lesinya terdapat pada upper motor neurone (UMN) atau pada lower motor neurone (LMN) untuk membantu mengetahui kelainan penyebabnya.

o Pada suatu lesi LMN pasien tidak dapat mengerutkan dahinya – jalur komun ikasi akhir ke otot-otot mengelami kerusakan. Lesinya bisa terjadi pada pons, atau di luar batang otak (fossa posterior, canalis osseosa, telinga tengah ataupun diluar tulang tengkorak).

o Pada lesi UMN, otot-otot wajah sebelah atas sebagian tidak terganggu karena jalur alternatif di batang otak sehingga pasien dapat mengerutkan dahinya (kecuali lesinya bilateral) sehingga kerutan-kerutan wajah yang terlihat pada lower motor neurone palsies tidak terlalu mencolok. Tampaknya terdapat jalur yang berbeda antara pergerakan volunter adn emosional.

CVA's biasnya melemahkan pergerakan volunter seringkali tidak menganggu pergerakan involunter (cth. Tersenyum spontan). Yang jauh lebih jarang kehilangan selektif dari pergerakan emosional yang dikenal dengan paralisa mimik dan biasanya dikarenakan oelh lesi pada frontal atau thalamus.

ETIOLOGI

Ada berbagai macam keadaan yang dapat menyebabkan facial palsy. Facial palsy kongenital adalah suatu kondisi yang timbul pada saat lahir. Moebius syndrome adalah suatu kelainan kongenital. Dalam kebanyakan kasus penyebab pasti dari congenital palsy adalah tidak jelas. Kurangnya saraf yang cukup dan/atau perkembangan otot menyebabkan beberapa kasus congenital palsy. Penyebab dari keadaan tersebut belum diketahui. Kelumpuhan yang lainnya dapat disebabkan oleh karena peregangna dari otot-otot atau saraf selama proses kelahiran. Kebanyakan congenital palsies melibatkan satu sisi wajah dengan pengecualian pada Moebius, yang khasnya bilateral. Sejumlah besar kasus facial palsy berkembang ketika kelemahan atau kelumpuhan total terjadi selanjutnya dalam kehidupan meskipun suatu pergerakan wajah yang normal pada saat lahir.

Penyebab dari acquired palsy termasuk trauma pada nervus facialis dan otot-otot, peradangan atau infeksi tertentu seperti Lyme disease, dan tumor di dan sekitar daerah kepala dan leher.

Tabel penyebab facial palsy

Lower Motor Neurone =Bell's Palsy

Upper Motor Neurone

Idiopatik

Cerebrovascular disease (CVE)

Infectif

Herpes virus (type 1)

Herpes zoster (Ramsay-Hunt syndrome)

Lyme disease

Otitis media atau cholesteatoma

Tumor intrakranial, primer dan sekunder

Trauma cth. Fraktur basis kranii, haematoma setelah akupuntur

Multiple sclerosis

Neurologis

Multiple sclerosis

Guillain Barré

Mononeuropathy – cth. karena diabetes mellitus, sarcoidosis, atau amyloidosis

Syphilis

Neoplastik

Tumor fossa Posterior, Primer dan sekunder

Tumor kelnjar parotis

HIV

Sjogren's syndrome

Vasculitis

Hipertensi dan eclampsia


Vaksin influensa intranasal, meskip[un sudah ditolak


Melkersson's syndrome (facial palsy rekuren, facial oedema kronis pada wajah dan bibir, dan hipertrofi/fissura pada lidah


GAMBARAN KLINIS

LMN palsy Aut

LMN palsy akut dapat timbul pada setiap usia namun tersering timbul pada usia 20-50 tahun dan perbandinga pria wanita adalah sama. Insidensinya sekitar 30 kasus per 100,000 orang per tahun, sedikit meningkat pada wanita hamil (45 per 100,000). Biasanya memiliki onset yang cepat paralisis wajah unilateral. Nyeri di bawah telinga atu daerah mastoid juga sering menunjukkan penyebab pada telinga tengah atau herpetik jika parah. Mungkin terdapat hyperacusis, dan psien dengan lesi proksimal dari ganglion geniculata mungkin tidak dapat memproduksi air mata dan mengalami gangguan pengecapan

Bell's palsy

Pertama kali digambarkan oelh Sir Charles Bell pada tahun 1821. insidensinya 20/100,000 pada usia 10-40 tahun, namun 59/100,000 pada usia 65 tahun. Dahulu tudak ada penyebab yang ditemukan dalam kebanyakan kasus LMN nervus facialis palsy, dan disebut dengan idiopathic (cth. Bell's Palsy).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sejumlah besar kasus-kasus ini mungkin dikarenakan oelh infeksi virus herpes - terutama Herpes Simplex tipe 1, atau Varicella (herpes) Zoster yang jelas berimplikasi pada pengobatannya.

Ramsay-Hunt syndrome

LMN nervus facialis palsy terutama dikaranakan oleh Varicella (herpes) zoster. Nyeri seringkali merupakan gambaran utama dan vesikel terlihat pada telinga ipsilateral, pada palatum durum, dan/atau pada bagian dua pertiga anterior lidah. Dapat terjadi ketulian dan vertigo, dan saraf kranialis lainnya dapat tekena. Jika ruam kulit tidak timbul maka dikenal sebagai zoster sine herpete.

PEMERIKSAAN

o Serologi - lyme, herpes dan zoster. Mungkin tidak mempengaruhi penatalaksanaannya, namun dapat mengungkapkan etiologinya.

o Periksa tekanan darah pada anak-anak dengan Bell's palsy (ada laporan kasus kmengenai koartasio aorta yang timbul dengan nervus facialis palsy dan hipertensi)

o Pemeriksaan berikut jarang dilakukan namun dikombinasikan dengan pemahaman yang baik mengenai neuroanatomi dapat menentukan tingakt kelumpuhannya:

§ Uji air mata Schirmer (menentukan kadar kekurangan air mata pada sisi yang terkena yang mempengaruhi nervus palatinus magnus).

§ Refleks Stapedial.

§ Pemeriksaan Electrodiagnostik.

PENATALAKSANAAN

Idealnya harus dilakukan dengan pendekatan multidisipliner, yang melibatkan spesialis mata, THT, Bedah Palstik, psikolog, neurolog.

Penatalaksanaan umum

o Observari – kebanyakan kasus sembuh secara spontan

o Perawatan mata – ahli mata berperan penting dalam mencegah terjadinya kebutaan yang irreversible akibat ekposure kornea. Ini dapat dengan baik dicapai menggunakan tetes mata pelumas tiap jam dan salep mata pada malam hari dan jika perlu perban mata. Botulinum toxin atau pembeahan mungkin diperlukan.

Penataksanaan Bell's palsy

o Obat-obatan masih kontrversial dan biasanya tiap pusat kesehatan berbeda.

o Steroid – seringkali sekarang diberikan 7-10 hari prednisolone (1mg/kg/hari - dewasa 60-80 mg/hari) sesegera mungkin (idealnya dalam 72 jam), baik tunggal maupun ditambah dengan antiviral.

o Antiviral – terdapat lebih sedikit bukti mengenai penggunaan obat ini jika tidak ditemukann vesikel virus. Kesimpulan umum daulu dipakai dari suatu analisa Cochrane adalah bahwa penggunaan steroid dan aciclovir tidaklah aman dan tidak terbukti, meskipun penelitian terbaru, mengenai pengobatan valacyclovir dan prednisolone menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan pasien yang diobati dengan valacyclovir secara signifikan lebih baik daripada yang diobati dengan prednisolone saja. Penelitian lebih lanut diperlukan unutk menemukan jawaban pastinya.

o Pembedahan – dekompresi transmastoid secara bedah pada nervus facialis dalam ksaus yang parah sedang diteliti namun saat ini tidak bisa direkomendasikan. Jika pada kasus kerusakan saraf yang tidak dapat beregenerasi, pembedahan kosmetik untuk meninggikan mulut atau anastomosis pada nervus hypoglossal dengan nervus facialis dapat membantu

PROGNOSIS

71% pasien yang tidak diobati dengan Bell's palsy idiopati dan non progresif pulih dengan sempurna (84% berfungsi hampir normal) biasanya dalam beberpa minggu.

Gambaran prognosis yang buruk

o Palsy total atau degenerasi parah pada saraf (electrophysiology)

o Tiak ada tanda-tanda pemulihan dalam 3 minggu

o Usia >60

o Nyeri berat

o Ramsay Hunt syndrome (herpes zoster virus)

o Berkaitan dengan hypertensi, diabetes, atau kehamilan

LIMFOMA

LIMFOMA

Pendahuluan

Penyakit keganasan primer jaringan limfoid dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan non-hodgkin. Penyakit ini menyerang kelenjar getah bening dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkena.

Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan) .

Limfoma hodgkin (Hodgkin's Disease)

Limfoma jenis ini dikarektisasi dengan adanya sel maligna khusus, yang disebut dengan sel Reed-Sternberg, pada limfonodus atau jaringan limfatik lainnya.

Gejala awal tersering dari Hodgkin's disease pembesaran limfonodus yang tidak nyeri (suatu keadaan yang disebut pembesaran kelenjar) terutama di leher, pada lengan bawah, atau daerah inguinal. Jika kanker ini melibatkan thymus, tekanan yang dihasilkan dapat menyebabkan batuk yang tidak dapat dijelaskan (unexplained cough), nafas pendek, atau masalah sirkulasi dari dan menuju jantung. Sekitar sepertiga dari seluruh pasien tidak memiliki gejala yang spesifik, termasuk kelelahan, kurang nafsu makan, gatal-gatal, atau bintik-bintik merah dan bengkak. Demam yang tidak bisa dijelaskan, keringat malam, dan penurunan berat badan juga sering terjadi.

Hodgkin disease berasal dari turunan limfosit B spesifik yang abnormal. Yang dibedakan dengan adanya penanda genetik yang unik.

Limfoma non Hodgkin

Adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai Limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Sebagian besar pasien tidak menampakan gejala (asimtomatik), kurang lebih 2%, pasien mengalami demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Penentuan stadium ditentukan berdasarkan pada jenis patologi dan tingkat keterlibatan. Jenis patologi (tingkat rendah, sedang dan tinggi) didasarkan pada formulasi kerja yang baru. Tingkat keterlibatan ditentukan dengan klasifikasi Ann Arbor.

Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin

Penggolongan Histologis NHL

Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai limfosit yang berdiferensiasi buruk.

Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal dari golongan monosit makrofag (histiosit).

Tanda-Tanda Imunologis NHL

Limfosit B mengandung imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulins) yang dapat diwarnai dan menampilkan reseptor-reseptor untuk komplemen dan fraksi Fc dari imunoglobulin. Limfosit T tidak mempunyai imunoglobulin permukaan yang dapat diwarnai tetapi mempunyai kemampuan membentuk ikatan dengan sel-sel darah merah biri-biri.

Dengan demikian limfosit B dan T dapat dikenal dan ditetapkan jumlahnya baik dalam darah tepi maupun dalam suspensi sel yang berasal dari jaringan limfoid. Pendekatan ini telah membuktikan bahwa sebagian besar LNH berasal dari sel B dan bahwa sel yang berproliferasi biasanya monoklonal.1,5

Etiologi dan Patogenesis

Abnormalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom. Limfoma malignum subjenis sel yang tidak berdiferensiasi (DU) ialah LNH derajat keganasan tinggi lainnya, jarang dijumpai pada dewasa tetapi sering ditemukan pada anak. Subjenis histologis ini mencakup limfoma Burkitt, yang merupakan limfoma sel B dan mempunyai ciri abnormalitas kromosom, yaitu translokasi lengan panjang kromosom nomor 8 (8q) biasanya ke lengan panjang kromosom nomor 14 (14q+).

Infeksi virus, salah satu yang dicurigai adalah virus Epstein-Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, sebuah penyakit yang biasa ditemukan di Afrika. Infeksi HTLV-1 (Human T Lymphoytopic Virus type 1).

Gambaran Klinis

Gejala pada sebagian besar pasien asimtomatik, sebanyak 2% pasien dapat mengalami demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Pada pasien dengan limfoma indolen dapat terjadi adenopati selama beberapa bulan sebelum terdiagnosis, meskipun biasanya terdapat pembesaran persisten dari nodul kelenjar bening. Untuk ekstranodalnya, penyakit ini paling sering terjadi pada lambung, paru-paru dan tulang, yang mengakibatkan karakter gejala pada penyakit yang biasa menyerang organ-organ tersebut.

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.

Gejala

Penyebab

Kemungkinan timbulnya gejala

Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah

Pembesaran kelenjar getah bening di dada

20-30%

Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut kembung

Pembesaran kelenjar getah bening di perut

30-40%

Pembengkakan tungkai

Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut

10%

Penurunan berat badan
Diare
Malabsorbsi

Penyebaran limfoma ke usus halus

10%>

Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura)

Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada

20-30%

Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal

Penyebaran limfoma ke kulit

10-20%

Penurunan berat badan
Demam
Keringat di malam hari

Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh

50-60%

Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah)

Perdarahan ke dalam saluran pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran

30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%

Mudah terinfeksi oleh bakteri

Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi

20-30%

Dengan menerapkan kriteria yang digunakan oleh Rosenberg dan Kaplan untuk menentukan rantai-rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan. Jones menemukan bahwa pada 81% di antara 97 penderita LNH jenis folikular dan 90% di antara 93 penderita LNH jenis difus, penyebaran penyakit juga terjadi dengan cara merambat dari satu tempat ke tempat yang berdekatan. Walaupun demikian hubungan antara kelenjar getah bening daerah leher kiri dan daerah para aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.

Rosenberg melaporkan bahwa pada semua penderita LNH difus dengan jangkitan pada sumsum tulang, didapati jangkitan pada kelenjar getah bening para-aorta yang terjadi sebelumnya atau bersamaan dengan terjadinya jangkitan pada sumsum tulang. Di antara semua subjenis LNH menurut klasifikasi Rappaport subjenis histiotik difus menunjukkan angka yang terendah dari jangkitan penyakit pada hati.1,4

Diagnosis Banding

* Limfoma Hodgkin

Penyakit Hodgkin adalah suatu jenis keganasan sistem kelenjar getah bening dengan gambaran histologis yang khas. Ciri histologis yang dianggap khas adalah adanya sel Reed-Sternberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan gambaran selular getah bening yang khas.

Gejala utama adalah pembesaran kelenjar yang paling sering dan mudah dideteksi adalah pembesaran kelenjar di daerah leher. Pada jenis-jenis tipe ganas (prognosis jelek) dan pada penyakit yang sudah dalam stadium lanjut sering disertai gejala-gejala sistemik yaitu: panas yang tidak jelas sebabnya, berkeringat malam dan penurunan berat badan sebesar 10% selama 6 bulan. Kadang-kadang kelenjar terasa nyeri kalau penderita minum alkohol. Hampir semua sistem dapat diserang penyakit ini, seperti traktus gastrointestinal, traktus respiratorius, sistem saraf, sistem darah, dan lain-lain.

* Limfadenitis Tuberkulosa

Merupakan salah satu sebab pembesaran kelenjar limfe yang paling sering ditemukan. Biasanya mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut dan tenggorok (tonsil).

Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe bronchus disebabkan oleh tuberkulosis paru-paru, sedangkan pembesaran kelenjar limfe mesenterium disebabkan oleh tuberkulosis usus. Apabila kelenjar ileocecal terkena pada anak-anak sering timbul gejala-gejala appendicitis acuta, yaitu nyeri tekan pada perut kanan bawah, ketegangan otot-otot perut, demam, muntah-muntah dan lekositosis ringan.

Mula-mula kelenjar-kelenjar keras dan tidak saling melekat, tetapi kemudian karena terdapat periadenitis, terjadi perlekatan-perlekatan.

Stadium Penyakit

Penentuan stadium didasarkan pada jenis patologi dan tingkat keterlibatan. Jenis patologi (tingkat rendah, sedang atau tinggi) didasarkan pada formulasi kerja yang baru. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai dengan klasifikasi Ann Arbor.

a. Formulasi kerja yang baru

Tingkat rendah: Tipe yang baik

1. Limfositik kecil

2. Sel folikulas, kecil berbelah

3. Sel folikulas dan campuran sel besar dan kecil berbelah

Tingkat sedang: Tipe yang tidak baik

4. Sel folikulis, besar

5. Sel kecil berbelah, difus

6. Sel campuran besar dan kecil, difus

7. Sel besar, difus

Tingkat tinggi: Tipe yang tidak menguntungkan

8. Sel besar imunublastik

9. Limfoblastik

10.Sel kecil tak berbelah

b. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai dengan klasifikasi Ann Arbor

Stadium I:

Keterlibatan satu daerah kelenjar getah bening (I) atau keterlibatan satu organ atau satu tempat ekstralimfatik(IIE)

Stadium II:

Keterlibatan 2 daerah kelenjar getah bening atau lebih pada sisi diafragma yang sama (II) atau keterlibatan lokal pada organ atau tempat ekstralimfatik dan satu atau lebih daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama (IIE).

Rekomendasi lain: jumlah daerah nodus yang terlibat ditunjukkan dengan tulisan di bawah garis (subscript) (misalnya II3)

Stadium III:

Keterlibatan daerah kelenjar getah bening pada kedua dinding diafragma (III), yang juga dapat disertai dengan keterlibatan lokal pada organ atau tempat ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIIE+S)

Stadium IV:

Keterlibatan yang difus atau tanpa disertai pembesaran kelenjar getah bening. Alasan untuk menggolongkan pasien ke dalam stadium IV harus dijelaskan lebih lanjut dengan menunjukkan tempat itu dengan simbol.

Gejala Sistemik

Tiap stadium dibagi lagi ke dalam kategori A dan B. B untuk pasien dengan gejala tertentu dan A untuk yang tanpa gejala tersebut. Klasifikasi B akan diberikan pada pasien dengan:

1. penurunan berat badan yang tidak dapat diterangkan dimana besarnya lebih dari 10% dari berat badan dalam 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.

2. demam yang tidak dapat diterangkan dengan suhu di atas 38°C

3. keringat malam hari.

Kriteria Penentuan Stadium

Klinik (CS) bila semata-mata didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium patologi (PS) bila berdasarkan biopsi dan laparotomi.

Penatalaksanaan

Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi). Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang masih dalam tahap penelitian.

Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat dilakukan adalah:

1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:

Pada prinsipnya simtomatik

- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP (Cyclophosphamide Oncovin, dan Prednisone)

- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif.

Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja

2. Derajat Keganasan Menengah (DKM)/agresif limfoma

- Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi

CHOP (Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin, Oncovin, Prednisone)

- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi,

radioterapi berperan untuk tujuan paliasi.

3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)

DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)

- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:

1. setelah siklus kemoterapi ke-empat

2. setelah siklus pengobatan lengkap

Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin.

Sediaan

Obat

Keterangan

Obat tunggal

Klorambusil
Siklofosfamid

Digunakan pada limfoma tingkat rendah untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala

CVP (COP)

Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prednison

Digunakan pada limfoma tingkat rendah & beberapa limfoma tingkat menengah untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala
Memberikan respon yang lebih cepat dibandingkan dengan obat tunggal

CHOP

Siklofosfamid
Doksorubisin (adriamisin)
Vinkristin (onkovin)
Prednison

Digunakan pada limfoma tingkat menengah & beberapa limfoma tingkat tinggi

C-MOPP

Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prokarbazin
Prednison

Digunakan pada limfoma tingkat menengah & beberapa limfoma tingkat tinggi
Juga digunakan pada penderita yang memiliki kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi doksorubisin

M-BACOD

Metotreksat
Bleomisin
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Deksametason

Memiliki efek racun yg lebih besar dari CHOP & memerlukan pemantauan ketat terhadap fungsi paru-paru & ginjal
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP

ProMACE/CytaBOM

Prokarbazin
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Etoposid
bergantian dengan
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin (onkovin)
Metotreksat

Sediaan ProMACE bergantian dengan CytaBOM
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP

MACOP-B

Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Bleomisin

Kelebihan utama adalah waktu pengobatan (hanya 12 minggu)
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP

Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di antibodi tersebut.

Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel limfoma tersebut.

Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan dicangkokkan ke penderita.

Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Pencangkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang tidak menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi.

Tetapi pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan infeksi. Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya kekambuhan.

Prognosis

Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi doksorubisin mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.

Beberapa penderita bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita lainnya harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Kemungkinan penyembuhan atau angka harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis limfoma dan stadkum penyakit pada saat pengobatan dimulai.

Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik limfosit B. Angka kesembuhan juga menurun pada:

- penderita yang berusia diatas 60 tahun

- limfoma yang sudah menyebar ke seluruh tubuh

- penderita yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar

- penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan ketidakmampuan bergerak.

Kesimpulan

1. Penyakit keganasan primer jaringan limfoid dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan non-hodgkin

2. Limfoma Hodgkin bercirikan dengan adanya sel maligna khusus, yang disebut dengan sel Reed-Sternberg, pada limfonodus atau jaringan limfatik lainnya

3. Limfoma malignum non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat.

4. Etiologi NHL adalah abnormalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom. Bisa juga disebabkan oleh infeksi virus seperti virus Epsteinbarr dan infeksi HTLV-1 (Human T Lymphotropic virus tipe 1)

5. Gambaran klinis pada sebagian besar pasien asimtomatik sebanyak 2% pasien dapat mengalami demam, keringat malam dan penurunan berat badan.

6. Diagnosis banding NHL dan limfadenitis tuberkulosa. Pada limfoma Hodgkin mempunyai gambaran histologis yang khas. Sedangkan limfadenitis tuberkulosa, biasanya mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut dan tenggorok (tonsil).

7. NHL mempunyai 4 stadium. Di sini dibagi atau ditetapkan tingkat penyakit: tahap I, tahap II, tahap III dan tahap IV.

8. Penatalaksanaan yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Sesuai dengan derajat keganasan, dari yang rendah, menengah dan keganasan tinggi.