Sabtu, 01 Maret 2008

Korioretionopati Serosa Sentral

RETINOPATI SEROSA SENTRAL

PENDAHULUAN
Korioretionopati/retinopati Serosa Sentral (CSC) adalah ganggguan pada retina yang cukup sering terjadi yang ditandai dengan pelepasan (detachement) serosa retina neural pada daerah makula. sejak deskripsi petamanaya sebagai retinitis sipilis sentral berulang oleh von Graefe pada tahun 1866, keadaan ini telah ditujukan dengan berbagai nama, termasuk retinopati serosa sentral, epiteliopati pigmen serosa sentral, dan retinitis serosa sentral. Gejala tersering dari CSC antara lain metamorphopsia, pandangan kabur, dan mikropsia. Gangguan pengelihatan biasanya memerlukan beberapa bulan untuk pulih kembali. Aspek yang paling mengejutkan dari penyakit ini adalah pemeliharaaan relatif dari fungsi retina meskipun terjadi pemisahan yang cukup lama dari epitelium pigmentalis retina. terkadang, pelepasan makular gagal untuk pulih secara spontan; Pada mata yang demikian, fotokoagulasi laser tampaknya memberikan keuntungan, karena dapat mempercepat resorpsi cairan subretinal dan memperbaiki pengelihatan.

DEFINISI
Suatu kelainan chorioretinal idiopatik yang ditandai dengan pelepasan lapisan serosa pada retina neural di daerah makula.

EPIDEMIOLOGI DAN PATOGENESIS
Biasanya, CSC menyerang pria berusia 20 sampai 50 tahun. Tidak ada kaus yang pernah dilaporkan pada orang yang berusai dibawah 20 tahun. Pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun, CSC juga bisa terjadi, namun akan sulit dibedakan dengan degenerasi makula yang terkait dengan usia. Peningkatan frekuensi dapat terjadi pada orang yang pandai yang terlibat dalam pekerjaan yang memerlukan pengelihatan yang menunjukkan tipe perilaku A atau yang mengalami tekanan fisik ataupun stress emosional. Adanya riwayat sakit kepala tipe migren mungkin terjadi. Juga, CSC telah dikaitkan dengan agen-agen vasokontriktif, hiperkortisolisme endogen, merokok, dan penggunaan kortikosterois sistemik (oral, intranasal, dan inhalasi), agen-agen psikofarmakologis, alkohol, antibiotik (oral), dan antihistamin (oral). Keadaan ini dapat diadakan pada hewan percobaan dengan penyuntikan intravena epinephrine (adrenalin) secara berulang.
Pemahaman mengenai akumulasi patogenik dari cairan subneural retinal pada daerah makula masih terbatas. Beberapa penelitian patologis telah dilakukan, dan pengamatan dari angiografi, klinis, dan model percobaan masih dalam tahap interpretasi. Telah diketahui dengan baik, namun demikian, bahwa cairan subneural retinal berasal dari koroid. Kebocoran zat kontras melalui defek fokal abnormal pada setingkat dengan RPE dan berakumulasi pada ruang subneural retinal terlihat jelas pada angiografi fluoresensi.
Penyebab dari kebocoran RPE (retinal pigmen epitelial) fokal masih belum jelas. Pada awalnya dipercayai bahwa kerusakan sederhana dari sawar darah-retinal pada tingkat RPE yang bertanggung jawab terhadap kebocoran tersebut. Namun demikian, teori ini tidak menjelaskan efek yang menguntungkan dari kerusakan sawar RPE permanen yang terjadi pada fotokoagulasi laser. Kemudian, diajukan bahwa cairan subneural retinal terkumpul sebagai akibat sekunder daru suatu kumpulan sel-sel RPE yang secara patologis hipersekresi, namun teori ini gagal unutk menjelaskan perluasan hiperpermeabilitas koroidal yang terlihat dengan angiografi indocyanine green.
Meningkatnya bukti-bukti keterlibatan suatu sirkulasi choroidal yang abnormal sebagai penyebab dari CSC. Menggunakan angiografi indocyanine green, Prunte dan Flammer menunjukkan pengisian lobular kapiler choroidal yang tertunda pada daerah dengan hiperpermeabilitas. Mereka mengajukan bahwa sumbatan kapiler dan vena lokal pada lobulus yang terkait mengganggu sirkulasi, menyebabkan iskemik, dan menyebabkan peningkatan eksudasi koroid dan suatu koroid yang secara fokal hiperpermeabel. Hal ini menyebabkan kelebihan cairan choroid berakumulasi dan menyebabkan pelepasan epitelial pigmen retina (Retinal pigmen epitelial detachement [RPED]). Sewaktu pelepasannya bertambah, target hubungan antara sel-sel RPE menjadi rusak, dan ddefek lokal pada sawar darah retina terjadi. Cairan koroid mengalir menembus bukaan ini dan menyebabkan pelepasan (pelepasan) neural retina. Yang menariknya, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kortikosteroid dapat mempengaruhi produksi nitrit oksida, prostaglandin, dan radikal bebas didalam sirkulasi koroid.

MANIFESTASI KLINIS
meskipun metamorphopsia unilateral adalah gejala klasik dari CSC, pasien juga dapat datang dengan pengelihatan kabur unilateral, mikropsia, adaptasi gelap yang terganggu, desaturasi warna, waktu pemulihan retina tertunda terhadap cahaya terang, dan skotoma relatif. Tajam pengelihatan berkisar antara 20/15 (6/5) hingga 20/200 (6/60) namun rata-rata 20/30 (6/9). Tajam pengelihatan dapat membaik dengan koreksi hiperopia. Gejala biasanya membaik setelah beberapa bulan namun dapat menetap bahkansetelah cairannya menghilang; hanya jarang terjadi hal ini menetap hingga waktu yang sangat lama. Sequelae permanen antqara lain metamorphopsia, persepsi terhadap terang yang berkurang, dan pengelihatan warna yang terganggu.
Juga, CSC dapat timbul sebagai suatu bullosa, nonrhegmatogenous inferior pelepasan retina perifer. Adanya jejak atrofi RPE dari daerah pelepasan makula ke daerah perifer, terlihat sangat baik dengan angiografi fluorescensi, memberikan diagnosis sebenarnya dan sumber dari cairan subretina.
Suatu bentuk kronis dari CSC juga ada. Terjadi pada sekitar 5% dari seluruh kasus, paling sering pada pasien yang berusia tua dan pada pasien yang mendapatkan kortikosteroid. Penggunaan obat-obatan psikofarmaka dapat juga memprediksi perkembangannya. CSC kronis juga ditandai dengan suatu epiteliopati pigmen retina difusa yang berkembang dalah hubungannya dengan cairan subretina persisten atau intermitten. Pelepasan retina cenderung dangkal dan lebih difus dibandingkan dengan bentuk klasiknya. Prognosis pengelihatannya lebih terjaga.

DIAGNOSIS
Diagnosis dari CSC berdasarkan gejala klinisnya, yang dikonfirmasi dengan angiografi fluorescensi. Meskipun dalam kebanyakan kasus diagnosis dapat dibuat dengan yakin tanpa pemeriksaan ancillar, informasi yang didapatkan dari angiografi fluorescensi adalah penting untuk mendeteksi perluasan dari kelainan retina dan untuk menyingkirkan adanya patologi yang lain.
Secara Biomikroskopis, suatu lepuh transparan pada kutub posterior diantara neural retina dan RPE dapat dilihat. Ini dapat dilihat dengan sangat baik melalui lensa kontak fundus dengan pancaran sinar yang lebar, yant dipasang sedikit bergeser dari aksisnya. Tanda-tanda yang mengarah kepada adanya pemisahan retina-RPE termasuk pemisahan sinar ketika sinar memotong traversus pada ruang serosa, peningkatan jarak antara pembuluh darah retina dan bayangannya, dan tidak adanya reflek fovea. Pelepasan dangkal dapat sulit untuk terlihat secara klinis.
Cairan serosa subretina didalam lepuh biasanya transparan. Cairan ini dapat memiliki protein dan fibrin dan menjadi keruh atau kekuningan, terutama pada pasien yang sedang hamil atau mengalami peningkatan pigmentasi, diabetes yang terjadi bersamaan, atau RPED. Dipercayai bahwa suatu deposit kecil seperti titik yang terbentuk pada permukaan posterior retina atau pada permukaan anterior sel-sel RPE dibawah daerah pelepasan menggambarkan presipitasi dari protein ini. Ini diketahui dengan sangat baik ketika komponen cairannya mulai menghilang. Deposit difusa dari protein serosa dapat menyebabkan gambaran retina yang keputihan yang menyerupai suatu edema intraretina. Ketebalan dan transparansi retina yang normal dapat membantu membedakan hal ini dari edema retina yang sebenarnya.
Suatu peninggian oval kuning abu-abu diantara pelepasan juga dapat ditemukan. Ini pada umumnya kurang dari seperempat dari diameter diskus dan dikelilingi oleh halo kelabu-abuan yang tipis. Angiografi fluorescensi mengidentifikasinya sebagai RPED dan seringkali menunjukkan kebocoran RPE fokal bertanggung jawab untuk pelepasan neural retina pada perbatasannya. Karena cairan eksudat subretina dapat mengalir ke bagian inferior sebagai akibat dari gravitasi, suatu kebocoran RPED dapat terjadi melebihi batas superior dari pelepasan retina yang terjadi. Berbagai faktor dapat membantu membedakan peningkatan RPED dari suatu pelepasan retina fokal yang dangkal:
Suatu RPED mengaburkan gambaran koroid.
Batas dari RPED biasanya masih lebih tegas daripada bagian tepi pelepasan retina.
Reflek pancaran sinar melengkung kedepan kearah pengamat, menghambat visualisasi ruang sub-RPE.

Angiografi fluorescensi memainkan peranan penting dalam evaluasi CSC. Digunakan untuk menyingkirkan adanya kelainan lain yang menyebabkan pelepasan neural retina dan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Secara klasik, kontrast dari koroid bocor melalui defek RPE fokal dan berkumpul pada ruang subretina. Pada lebih dari 75% pasien, pengumpulan ini terjadi didalam 1 diameter diskus fovea. Pengumpulan yang lebih sedikit dapat diamati pada lesi yang lebih lama dimana eksudat RPE telah menjadi ter-inpisasi. Jika angiografi fluorescensi tidak khas, angiografi indocyanine green dapat membantu menyingkirkan keadaan patologis lainnya. Angiografi Indocyanine green pada CSC secara klasik mengungkapkan hiperfluorescensi multifokal bilateral pada daerah yang terkena dan tidak terkena di koroid. Hal ini timbul pada fase pertengahan dari angiogram dan selanjutnya membentuk siluet terhadap pembuluh darah kortoid yang lebih besar darena kontras menjadi difus diseluruh koroid.
Optical coherence tomography (tomografi koherensi optik) adalah suatu tehnik noninvasif yang baru, yang dapat menunjukkan adanya cairan subretinal. Pada kasus CSC, tomografi koherensi optik telah berhasil digunakan untuk mengukur jumlah dan perluasan cairan subretinal dan untuk menunjukkan penebalan dari retina neurosensoris.

DIAGNOSIS BANDING
Peningkatan serosa pada retina neurosensoris di daerah makula daapt disebabkan oleh berbagai penyakit di koroid, RPE, dan retina. Hal-hal ini diantaranya neovaskularisasi koroid, optic disc pits, vaskulopati koroid polipoid, melanoma koroid, metastase koroid, dan robekan retina perifer. Hemangioma koroid, uveitis, Harada's disease, neuritis optik, papilledema, traksi vitreous, lubang makula, dan hipertensi sistemik dapat menyebabkan pelepasan retina sensoris juga.
Secara khusus, CSC harus dibedakan dari suatu pelepasan retina sebagai akibat sekunder dari neovaskularisasi koroid subretina, vaskulopati koroid polipoid, atauy suatu optic disc pit. Tiga penyakit tersebut menyerupai CSC dengna menyebabkan temuan klinis yang serupa, termasuk pelepasan retina sensoris, perubahan RPE, RPED, dan aksudat subretina, namun memiliki patofisiologi, prognosis, dan terapi yang sangat berbeda. Akibatnya, keadaan tersebut harus disingkirkan dengan angiografi fluorescensi dalam seluruh kasus yang diduga CSC. Jika angiografi fluorescensi tidak menyimpulkan, maka dapat dilakukan angiografi Indocyanine green. Angiografi Indocyanine green pada neovaskularisasi koroid subretina biasanya menunjukkan hanya satu area hiperfluorescensi yang membesar secara progresif pada foto serial selanjutnya. Angiografi Indocyanine green pada vaskularisasi koroid polipoid menunjukkan kaliber yang kecil, lesi vaskular koroid polipoid dan tidak terdapat area hiperpermeabilitas koroid. Jika kemungkinan suatu membran novaskuler koroid menetap meskipun angiografi, mungkin perlu untuk mengobservasi pasien dan mengulang angiografi dua minggu kemudian. Suatu area kebocoran CSC seharusnya tetap ataupun berkurang seiring dengan waktu, sedangkan membran neovaskuler koroid biasanya tetap tumbuh.

PATOLOGI
Perjalanan penyakit yang ringan (jinak) pada CSC dan insidensinya yang sedikit pada orang tua telah membatasi jumlah penelitian patologis. Pada sedikit penelitian yang telah dilakukan, RPE, koroid, dan pembuluh darah retina tampaknya normal. Satu-satunya perubahan histopatologis yang diamati antara lain RPED serosa, pelepasan serosa pada bagian kutikula dari membrana Bruch's, dan degenerasi kistik pada lapisan terluar dari retina yang terlepas.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan dari CSC adalah fotokoagulasi laser pada tempat dimana fluorescensi bocor. Meskipun hal ini terbukti mengurangi jangka waktu pelepasan serosa, hal ini tidak memberikan efek pada prognosis pengelihatan akhir dan sebagai akibatnya hanya dilakukan pada pasien terpilih. Ini adalah satu-satunya terapi yang terbukti memberikan keuntungan pada penelitian klinis yang besar.
Tehnik dari fotokoagulasi laser melibatkan penggunaan suatu laser panjang gelombang hijau untuk membuat suatu parut ringan diatas fokus RPE yang bocor. Biasanya, 6–12 luka bakar laser dengan ukuran 50–200µm dengan waktu 0.1-detik dan 75–200mW digunakan. Perubahan RPE permanen diinduksi pada tempat terjadinya luka parut akibat laser. Telah diajukan bahwa ketika parut memfasilitasi absorbsi cairan subretina di koroid, juga merusak daerah sel-sel RPE hipersekresi abnormal.
Satu-satunya keuntungan definitif dari terapi laser adalah kemampuannya untuk mengurangi jangka waktu pelepasan neurosensoris. Hal ini telah didokumentasikan dalam berbagai penelitian. Pada tahun 1974, Watzke dkk. Menunjukkan bahwa durasi rata-rata penyakit berkurang dari 23 minggu pada mata yang tidak diobati menjadi 5 minggu pada pasien yang diobati. Apakah terapi laser menguntungkan dalam mengurangi resuko rekurensi maih merupakan pertanyaan yang belum terjawab. Tingkat rekurensi 0% yang didapatkan oleh Yap dan Robertson tidak bersesuaian dengan tingkat rekurensi 34% yang diperoleh Watzke dkk. Kedua gambaran tersebut masih lebih baik daripada tingkat rekurensi 45% yang diperoleh Klein dkk, pada mata yang tidak diobati.
Komplikasi dari fotokoagulasi laser termasuk neovaskularisasi koroid dan skotoma sentral. Meskipun jarang, bisa sangat merusak pengelihatan. Komplikasi dapat dikurangi dengan menggunaakn titik tembak yang lebih besar, menggunakan intensitas yang lebih rendah, dan menghindari daerah bebas kapiler. Perkembangan yang cepat dari membran neovaskuler koroid setelah fotokoagulasi laser mengajukan kemungkinan salah diagnosa pada awalnya.

DAFTAR PUSTAKA

Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook Thieme Stuttgart New York 2000
Myron Yanoff, Jay S. Duker, James J. Augsburger , Ophthalmology 2nd edition, Mosby, St. Louis, 2003

Tidak ada komentar: