Pendahuluan
Penanganan dan terapi cairan pada pasien pasca bedah sangatlah penting diketahui, untuk menurunkan angka morbilitas dan mortalitas pasien. Pada umumnya banyak pasien akibat proses bedah mengalami gangguan yang menyebabkan mobilisasi pasien dan balance cairan.
kematian bila tidak segera ditangani. Hal yang harus diketahui adalah Pulih dari anestesia umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola di kamar pulih atau, unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang pendarahan.
Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA) harus berada dalam satu lantai dan dekat dengan kamar bedah, sehingga apabila terjadi kegawatan pasca tindakan pembedahan dan perlu segera diadakan pembedahan ulang, tidak akan banyak mengalami banyak hambatan. Selain itu karena segera setelah pasca pembedahan dan setelah anestesia dihentikan, pasien sebenarnya masih dalam keadaan teranestesi dan perlu diawasi dengan ketat.
Pengawasan ketat di UPPA harus dilakukan sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oximetry), EKG, peralatan resusitasi jantung-paru dan obat - obatan harus tersedia.
Petugas dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten dan tanggap terhadap perubahan dini apabila tanda vital yang membahayakan pasien.
Pemulihan Pasca Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau ke ruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan suhu, sensibilitas nyeri, pendarahan dari drain, dll.
Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan dilakukan paling tidak setiap dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit, selama 2 jam pertama. Dan setiap 30 menit selama 4 jam berikutnya Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar kembali. Pemeriksaan suhu juga dilakukan.
Seluruh pasien yang sedang dalam masa pemulihan dari anestesi umum harus mendapat oksigen 30 – 40 % untuk mencegah hipoksemia yang mungkin terjadi. Pasien yang memiliki resiko hipoksia adalah pasien yang mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi didaerah abdomen atas atau daerah dada. Pemeriksaan analisa gas darah dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi penilaian oksimetri yang abnormal. Terapi oksigen benar-benar diperhatikan pada pasien dengan riwayat penyakit paru obstruksi kronis atau dengan riwayat retensi CO2 sebelumnya.
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat dengan pemberian instruksi pasca operasi.
Gangguan Pernapasan
Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total, tak ada ekspirasi (tidak ada suara napas). Pasien pasca anastesia umum yang belum sadar sering mengalami : lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Selain itu dapat terjadi spasme laring karena laring terangsang oleh benda asing, darah, ludah sekret atau sebelumnya ada kesulitan pada saat intubasi intubasi trakea.
Apabila terjadi obstruksi saat pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring, maka harus dilakukan manufer tripel dengan cara pasang jalan napas mulut-faring, hidung faring dan tentunya berikan O2 100%. Jika tidak berhasil menolong, pasang sungkup laring.
Bila terjadi obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu O2 100%, harus dibersihkan jalan napas, berikan preparat, kortokosteroid (oradekson) dan kalau tak berhasil perlu dipertimbangkan memberikan pelumpuh otot.
Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbi, hiper-kapni, PaCO2>45 mmHg) atau saturasi O2 menurun (hipoksemi, SaO2<90 style=""> dangkal sering akibat pelumpuh otot masih bekerja. Kalau penyebab jelas karena opioid dapat diberikan nalokson dan kalau oleh pelumpuh otot dapat diberikan prostikmin-atropin. Hipoventilasi yang berlanjut akan menyebabkan asidosis, hipertensi, takikardi yang dapat berakhir dengan depresi sirkulasi dan henti jantung.
Gangguan Kardiovaskular
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema paru atau pendarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 – 1,0 ยตg/kg/ menit.
Hipotensi yang terjadi isian balik vena (venous return) menurun disebabkan pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan veskuler perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi untuk mencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut dengan hipoksemia dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau Asering 300-500 ml.
Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alkalosis, hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung.
Gelisah
Gelisah pasca anestesia dapat disebabkan oleh hipoksia, asidosis, hipotensi, kesakitan, efek samping obat misalnya ketamin atau buli-buli penuh. Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut diatas, pasien dapat diberikan penenang midazolam (dormikum) 0.05 – 0.1 mg/kgBB.
Nyeri
Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan. Untuk meredam nyeri pasca bedah pada anestesi regional untuk pasien dewasa, sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat memasukkan anestesi lokal ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini sangat berbiasanya manfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan analgetik golongan NSAID (anti inflamasi non steroid) misalnya ketorolak 10-30 mg IV atau IM.
Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal atau epidural ialah gatal di daerah muka. Pada manula dapat terjadi depresi napas setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas dapat dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan pada manula kecuali dengan pengawasan ketat.
Kalau terjadi nyeri pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan opioid secara bolus dan selanjutnya dengan titrasi perinfus.
Mual-Muntah
Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum terutama pada penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional. Obat mual-muntah yang sering digunakan pada perianestesia ialah :
1. Dehydrobenzoperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) i.m atau i.v.
2. Metoklopramid (primperan) 0,1 mg/kgBB i.v.,supp 20 mg
3. Ondansetron (zofran, narfoz) 0,05-0,1 mg/kgBB i.v
4. Cyclizine 25-50 mg.
Menggigil
Menggigil (shivering) terjadi akibat hipotermia atau efek obat anestesi, Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan infus dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama. Terapi petidin 10-20 mg i.v. pada pasien dewasa, selimut hangat, infus hangat dengan infusion warmer, lampu t untuk menghangatkan suhu tubuh.
Nilai Pulih dari Anestesi
Tabel 1. Skor Pemulihan Pasca Anestesi
Penilaian | | Nilai |
Warna | Merah muda Pucat Sianosis | 2 1 0 |
Pernapasan | Dapat bernapas dalam dan batuk Dangkal namun pertukaran udara adekuat Apnoea atau obstruksi | 2 1 0 |
Sirkulasi | Tekanan darah menyimpang <20%> Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal Tekanan darah menyimpang >50% dari normal | 2 1 0 |
Kesadaran | Sadar, siaga dan orientasi Bangun namun cepat kembali tertidur Tidak berespons | 2 1 0 |
Aktivitas | Seluruh ekstremitas dapat digerakkan Dua ekstremitas dapat digerakkan Tidak bergerak | 2 1 0 |
Sumber : Aldrete JA, Kronik D; A postanesthetic recovery score. Anesth analg 1970;49;924
Komposisi Cairan Tubuh
Air dalam tubuh terdapat pada ruangan intraseluler 40 %, ekstraseluler 20%. Ekstraseluler dibagi menjadi antarsel (intestinal) 15% dan plasma 5%
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Pembedahan dengan anestesi memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan , mengganti kebutuhan rutin saat pempedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan pindah ke rongga peritoneum atau keluar tubuh.
Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) ialah:
4 ml/kg BB/ jam untuk berat badan 10 kg pertama.
2 ml/kgBB/ jam tambahan untuk berat badan 10 kg kedua.
1 ml/kgBB/ jam tambahan untuk sisa berat badan.
Contoh pasien berat 23 kg, kebutuhan basal;
(4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 3) = 63 ml/jam
Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah keruang ketiga . Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan.
6-8 ml/kg untuk bedah besar.
4-6 ml/kg untuk bedah sedang.
2-6 ml/kg untuk bedah kecil.
Tabel 2. Normal Elektrolit Cairan
| Kalium | Natrium |
Urine | 40 – 60 | 60 – 75 |
Keringat | 0 | 10 – 20 |
Uap air nafas | 0 | 0 |
Gastrointestinal | 10 | 75 – 100 |
ECK | 4 | 135 – 150 |
LCF | 150 – 170 | 10 |
Ringer laktat | 4 | 135 |
NaC 0,9% | 5 | 155 |
Nilai Normal
Na = 130 – 145 meq/L
K = 3,8 – 4,4 meq/L
Cl = 100 – 110 meq/L
Gangguan komposisi cairan tubuh
Gangguan komposisi cairan tubuh dapat berupa gangguan pada :
1. Natrium
2. Air
3. Kalium
4. Asam Basa
A. Natrium
Eksresi air hampir selalu disertai oleh ekskresi natrium baik lewat urine, tinja, atau keringat, karena itu terapi kekurangan air (dehidrasi) selalu diberi cairan infus yang mengandung natrium. Natrium berperan memelihara tekanan osmotik dan volume cairan ekstraselular dan natrium sebagian besar (84%) berada di cairan ekstraselular. Kebutuhan natrium perhari sekitar 50-100 mEq atau 3-6 gram sebagai NaCl.
1. Hiponatremia
Kadar Na < style=""> Terapi diberikan ringer laktat, NaCl 0,9%, kebutuhan normal Natrium : 2-4 mEq/kgBB/hari.
2. Hypernatremia
Kadar Na > 145 mEq/L. Disebabkan pemberian infus elektrolit berlebihan, retensi pada payah jantung dan retensi pada acute renal failure. Manifestasi klinik antara lain circulatory overload, edema, sesak nafas, tachycardia, rasa haus, demam, dan koma. Therapy dengan pemberian diuretik atau hemodialisa.
B. Air
Kebutuhan harian air 50 ml/kgBB/hari, Natrium 2 mEq/kgBB, Kalium 1 mEq/kgBB. Dehidrasi ialah kekurangan air dalam tubuh yang dapat dikategorikan menjadi ringan (<> 10%), IWL = 0,4 s/d 0,5 ml/jam/kgBB (650-850 cc/hari → 70 kg). 50-75 ml tambahan untuk setiap derajat kenaikan temperatur.
1. Kekurangan cairan / volume depletion
Merupakan kehilangan air tanpa Na yang dijumpai pada kasus demam tinggi yang lama, suhu ruangan tinggi dan keringat banyak, high out put renal failure, dehidrasi, manifestasi klinis yaitu : haus, penurunan kesadaran, gelisah dan konvulsi.
Penanganan rehidrasi lambat adalah 8 jam I = ½ defisit maintenance dan 16 jam II = ½ defisit + maintenance.
Sedangkan rehidrasi cepat pemberian 20-40 cc/kgBB/ ½ -1 jam. Kemudian evaluasi hemodinamik. Bila buruk diulangi sampai baik kemudian dilanjutkan rehindrasi lambat, bila baik ( Tb ≥ 100 mmHg, dan Nadi <>
Tabel 3. Pedoman Who untuk Menilai Dehidrasi
Klinis | Dehindrasi Ringan (5%) | Dehidrasi Sedang (5-10%) | Dehindrasi Berat (>10%) |
Kaadaan Umum Mata cekung, kering Air mata Mulut atau lidah kering Haus Turgor Nadi Tekanan darah Air kemih | Baik, kompos mentis Lembab Minum normal Baik | Gelisah, rewel, lesu Cekung Kering Kering Haus Jelek Cepat Turun Kurang. Oliguri | Letargik, tak sadar Sangat cekung Kering sekali Sangat kering, pecah-pecah Tak bisa minum Sangat jelek Cepat sekali Turun sekali Kurang sekali |
2. Kelebihan cairan / overload
Ditandai dengan berat badan meningkat dan edema perifer, edema otak dan ascites. Penyebabnya antara lain asupan natrium meningkat. Terapy adalah restriksi air / D5 dan NaCl hipertonis.
C. Kalium
Sebagai besar K terdapat dalam sel (150 mEq/L). Kebutuhan akan Kalium cukup diatas dengan kebutuhan rutin saja sekitar 0,5 mEq/kgBB/hari
1. Hipokalemia
Kadar K < k =" 1">
2. Hiperkalemia
Kadar K > 5,0 mEq/L, penyebabnya pada gagal ginjal, asidosis, manifestasi klinis yaitu lemah, paralisis, fibrilasi, ventrikel, therapi Ca.Glukonat 10% 10-30 mL IV.
Tabel 4. Nilai Normal Astrup (AGDA)
| Darah Arteri | Darah Campuran (Arteri + Vena) |
pH pO2 O2 saturasi pCO2 HCO3 Base Excess | 7,40 (7,35-7,45) 80-100 mmHg 95% greater 35-45 mmHg 22-25 mEq/L - 2 - +2 | 7,38 (7,33-7,43) 35-49 mmHg 70-75% 41-45 mmHg 24-28 mEq/L 0-4 |
Tabel 5. Barometer Gangguan Keseimbangan Asam Basa
| pH | pCO2 | HCO3 |
ASIDOSIS RESPIRATORI - Murni - Terkompensasi sebagian - Terkompensasi penuh | turun turun normal | naik naik naik | normal naik sedikit Naik |
ASIDOSIS METABOLIK - Murni - Terkompensasi sebagian - Terkompensasi penuh | turun turun normal | normal turun sedikit turun | turun turun turun |
ASIDOSIS RESPIRATORI + METABOLIK | turun | naik | turun |
ALKALOSIS RESPIRATORI - Murni - Terkompensasi sebagian - Terkompensasi penuh | naik naik normal | turun turun turun | normal normal turun |
1. Therapi = memperbaiki ventilasi
2. Therapi = Na Bikarbonat 50 – 100 mEq/L IV
3. Therapi = Pem HCl 0,1 mol/L diinfuskan pada vena centralis
4. Therapi = menyunkup kepala dengan kantongan kertas → PCO2
Transfusi Darah pada Pembedahan
1. Pengertian Transfusi
Transfusi darah = hemoterapi
Yang dimaksud hemoterapi adalah pemberian komponen darah serta derivat-derivatnya untuk terapi dengan cara transfusi.
Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat badan (tabel 1). Makin aktif secara fisik seseorang, makin besar pula volume darahnya untuk setiap kilogram berat badannya.
Tabel 6. Volume darah
Usia | ml/kgBB |
Prematur | 95 |
Cukup bulan | 85 |
Anak kecil | 80 |
Anak besar | 75-80 |
Dewasa | |
Pria | 75 |
Wanita | 65 |
2. Pengertian Darah
Untuk orang dewasa kadar Hb normal angka patokannya ialah 20%. Cairan kristaloid (ringer-laktat, asering) untuk mengisi ruang intravaskular diberikan 3 kali lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.
3. Indikasi Transfusi Darah
Transfusi darah umumnya > 50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk menaikkan pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau hanya menaikkan volum intravaskular saja cukup dengan koloid atau kritaloid.
Indikasi tranfusi darah adalah :
1. Perdarahan akut sampai Hb <>
Pada orangtua, kelainan paru, kelainan jantung Hb <>
2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volum darah.
4. Jenis Komponen Darah
1. Whole Blood (WB)
§ Merupakan darah lengkap = 450 ml darah + 63 ml pengawe, Ht : 3t : 36-40%
§ Segar (<>
§ Indikasi : - Sebagai O2 carryng capasity dan blood volume ekpansion
- Kehilangan darah akut dan banyak (> 1500 ml)
- Menaikkan
- Menaikkan volume plasma
- WBC dan PLT tidak berfungsi
- Kontra indikasi : tidak diberikan pada anemia kronik
- Dosis :
- 5 x (Hb yang diharapkan – Hb pasien) x BB
Contoh = Hb yang diharapkan 10 gr%, Hb pasien 7 gr% - BB 50 kg.
= 5 x (10 – 7) x 50
= 750 cc
- Pada dewasa 1 bag → 1 gr %, Ht 3 – 4 %
- Pada anak 8 ml/kg BB → 1 gr%
- Pemberian harus selesai dalam 4 jam
2. RBC/PRC/SDM
§ Satu unit packed cell berisi 240 – 340 ml dengan Ht 75 – 80 % dan HB 24 gr/dl
§ 40 – 5% plasma dikeluarkan
§ Stored RBC 1 – 60C tahan 35 hari
§ Indikasi : - Anemia defisiensi berat
- Anemia chronik disease
- Anemia GGK
- Anemia gagal sumsum tulang
- Pasien dengan reguler transfusi
- Pada perdarahan lambat
- Pada kelainan jantung
- Dosis :
- 4 x (Hb yang diharapkan – Hb pasien) x BB
Atau
- Pada dewasa untuk menaikkan Hb 1gr/dl
Diperlukan packed cell 4 ml/kg atau 1 unit dapat menaikkan kadar Ht 3-5%.
3. Platelet Concentrates
§ Tiap bag = 5,5 x 1010 / 50 – 70 ml plasma
§ Dapat disimpan 5 hari pada 20 – 240C dan 48 jam oada 1 – 60C
§ Indikasi : - Anemia aplastik
- Kelainan fungsi trombosit
- Sekunder trombopati : uremia
- Dilution trombositopenia OK transfusi masif (PLT<>3/mm3)
- Penggunaan alat kardio-pulmonair (heart lung machine)
- Penderita ITP = trombositopenia berat.
§ Kontraindikasi :
- Pasien dengan rapid platelets destruction
- Idiopatik autoimmun trombositopenia purpura (ITP)
- DIC
- Septikemia
- Hypersplenisme
4. Granulocytes
§ 1 bag = > 1,0 x 1010 granul0cytes
§ Jumlah limfosit, trombosit, RBC bervariasi
§ Suspensi 200 – 300 plasma
§ Harus segera ditransfusikan paling lama 24 jam
§ Indikasi : - Bone marrow hypoplasia
- Netropenia <>3
- Fever 24 – 48 jam, tidak respons terhadap antibiotik terapi
5. Freshfrozen Plasma (FFD)
§ Volume 200 – 250 ml
§ Semua faktor pembekuan ada kecuali faktor V dan faktor VIII
§ Indikasi : - Liver disease
- DIC
- Dilution coagulopathy oleh karena massive blood replacement
- Mid hemafilia B
6. Liquid Plasma
§ Dibuat pemisahan plasma dari whole blood
§ Volume 200 – 250 ml (bag 450) atau 100 – 125 ml (bag 250 ml)
§ Mengandung stabil faktor yang cukup, labil faktor kurang (FV dan FVIII)
§ Penyimpan < (-180C) tahan 5 tahun
§ Indikasi : - Defisiensi stabil faktor
- Liquid plasma dapat disubstitusi FFP
- Tidak untuk F-V, F-VIII deff., DIC
7. Cryoprecipitated AHF
§ Supernatant dikeluarkan, tinggal cold preciptate protein + 10-15 ml plasma
§ Pada (-180C) tahan 1 tahun
§ Mengandung = E VII C (prokoagulant activity), F-VIII, fibrinogen, F-XIII fibronectin.
§ 1 bag = 80 – 120 unit F-VIII; C, 250 mg fibrinogen, 20 – 30% F-XIII
§ Indikasi : - Hemofilia A
- Deff fibrinogen congenital / aquired
- DIC
Komplikasi Transfusi Darah
1. Reaksi hemolitik
Kekerapan 1:6000 akibat destruksi eritrosit-donor oleh antibodi resipien dan sebaliknya. Jika jumlah transfusi <5%>
Pada pasien sadar ditandai oleh demam, menggigil, nyeri dada-panggul dan mual.
Pada pasien dalam anestesi ditandai oleh demam, takikardi tak jelas asalnya, hipotesi, perdarahan merembes di daerah operasi syok, spasme bronkus dan selanjutnya Hb-uria, ikterus dan “renal shut down”
2. Infeksi
Virus (hepatitis, HIV-AIDS, CMV)
Bakteri (stafilokok, yesteria, citrobakter)
Parasit (malaria)
3. Lain – lain
Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non-kardial, pupura, intoksikasi sitrat, hiperkalemia, asidosis.
Penanggulangan Reaksi Transfusi
1. Stop transfusi.
2. Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambah vasokonstriktor, inotropik.
3. Berikan oksigen 100%
4. Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg
5. Antihistamin
6. Steroid dosis tinggi
7. Jika perlu ‘exchange transfusion’
8. Periksa analisa gas dan pH darah.
DAFTAR PUSTAKA
Fleeley TW, Macario A. The Postanestesia Care Unit, In Miler RD-Anesthesia 5 th ed, Churchill Livingstone Philadelphia, 2000.
Jhon J. Marini, MD, Arthur P. Wheeler, MD, Critical Care Medicine The Essentials 3 rd ed, Fluid and Electrolyte Disorders.
Jhon J. Marini, MD, Arthur P. Wheeler, MD, Critical Care Medicine The Essentials 3 rd ed, Transfusion and Blood Component; 247-257.
Kesuma Adi, Sp.PK, Bagian Patologi Fakultas Kodokteran USU
Loebis, Amin, Sp.A, Bagian Anestesi, Reanimasi, Fakultas Kedokteran USU
Said A. Latief, dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, 2 nd ed., Tatalaksana Pasca Anestesia ; hal: 125 – 128.
1 komentar:
good blogs doc.
sincerely,
dr. Monte SLK
www.pkugombong.tk
www.doktermonte.co.cc
Posting Komentar