Sabtu, 01 Maret 2008

KANKER PARU

KANKER PARU

PENDAHULUAN
Setiap tahunnya, karsinoma primer pada paru menyerang 93,000 pria dan 80,000 wanita di Amerika Serikat, 86% diantaranya menunggal dalam 5 tahun diagnosis, membuatnya sebagai penyebab utama kematian akibat kanker baik pada pria maupun wanita. Insidensi kanker paru memuncak pada uysia 55 sampai 65 tahun. Kanker paru merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker (32% pada pria, 25% pada wanita). Usaha untuk berhenti merokok dimulai 30 tahun yang lalu telah menurunkan tingkat kematian kanker paru terkait usia pada pria (70 per 100,000 populasi pria); namun, sayangnya, pada wanita maih meningkat (35 per 100,000 populasi wanita). Tingkat kebertahanan hidup kanker paru keseluruhan 5 tahun (14%) telah diragukan dalam 30 tahun ini. Perbaikan ini disebabkan oleh kemajuan dalam kombinasi modalitas pengobatan dengan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Meskipun demikian, karsinoma primer pada paru adalah masalah kesehatan yang besar dengan prognosis yang pada umumnya buruk.

PATOLOGI
Istilah kanker paru digunakan untuk tumor-tumor yang timbul dari epitel pernapasan (bronchus, bronchiolus, dan alveoli). Mesothelioma, lymphoma, dan tumor stroma (sarcomas) dibedakan dengan kanker paru epitelial. Empat jenis sel utama menyusun 88% dari seluruh neoplasma paru primer menurut klasifikasi World Health Organization. Ini adalah karsinoma squamosa atau epidermoid, karsinoma sel kecil (disebut juga dengan oat cell), adenocarcinoma (termasuk bronchoalveolar), dan karsinoma sel besar (disebut juga dengan large cell anaplastic).
Sisanya antara lain karsinoma tak terdiferensisasi, carcinoids, tumor kelenjar bronkhial (termasuk adenoid cystic carcinomas dan mucoepidermoid tumors), dan jenis-jenis tumor yang jarang. Jenis sel yang berbeda memiliki riwayat alami yang berbeda dan respon terhadap terapi yang berbeda juga, dan begitu suatu diagnosis histologis yang benar oleh suatu ahli patologi yang berpengalaman adalah langkah pertama untuk pengobatan yang tepat. Pada 25 pertama, untuk alasan yang tidak diketahui, adenocarcinoma telah menggantikan karsinoma sel skuamosa sebagai subtipe histologis yang paling sering.

Keputusan pengobatan utama dibuat berdasarkan apakah suatu tumor diklasifikasikan sebagai suatu karsinoma sel kecil atau sebagai salah satu dari berbagai kanker non sel kecil (squamosa, adenocarcinoma, karsinoma sel besar, karsinoma bronchoalveolar, dan campuran diantaranya). Pada gambaran kliniknya, karsinoma sel kecil biasanya sudah menyebar sedemikian rupa sehingga pembedahan tidak kuratif, dan diterapi terutama dengan kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi. Sebaliknya, kanker nonsel kecil yang terlokalisirpada saat ditemukan dapat disembuhkan baik degan pembedahan maupun radioterapi.

Kanker non sel kecil tidak merespon terhadap kemoterapi sebaik kanker sel kecil. Sembilan puluh persen pasien dengan kanker paru dari seluruh jenis histologis adalah pada perokok ataupun mantan perokok. Setiap tahunnya 171.900 kasus baru kanker paru, >50% timbul padamantan perokok. Dengan peningkatan keberhasilan usaha berhenti merokok, jumlah mantan perokok akan semakin bertambah, dan individu semacam ini merupakan kandidat untuk deteksi awal dan usaha kemopreventiif efforts. Sejauh ini bentuk tersering dari kanker paru yang timbul pada bukan perokok seumur hidup, pada wanita, dan pada pasien muda (<45 years) adalah adenocarcinoma.

Namun demikian, pada bukan perokok dengan adenocarcinoma yang melibatkan paru, kemungkinan tempat primer lainnya harus dipertimbangkan. Squamosa dan kanker sel kecil biasanya timbul sebagai massa sentral dengan pertumbuhan endobronchial, sedangakan adenocarcinoma dan kanker sel besar cenderung timbul sebagai nodul atau massa perifer, seringkali dengan keterlibatan pleura. Kanker Squamosa dan sel besar membentuk kavitas pada 10 sampai 20% kasus. Bronchoalveolar carcinoma, suatu bentuk dari adenocarcinoma timbul dari jalan napas perifer, dapat timbul secara radiografis sebagai suatu massa tunggal; sebagai suatu lesi difus, multinodular; atau sebagai suatu infiltrat.

ETIOLOGI
Kebanyakan kanker paru disebabkan oleh karsinogen dan tumor promoters yang masuk melalui merokok sigaret. Prevalesi merokok di Amerika Serikat adalah 28% untuk pria dan 25% untuk wanita, berusia 18 tahun ketas; 38% musit SMU senior merokok. Resiko relatif terjadinya kanker paru meningkat sekitar 13 kali lipat dengan merokok aktif dan sekitar 1,5 kali lipat pada perokok pasif yang terpajan asap rokok dalam jangka waktu yang lama.

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD), yang juga berkaitan dengan merokok, memiliki peningkatan lebih jauh resiko terjadinya kanker paru. Tingkat kematian dari kanker paru berkaitan dengan jumlah total (seringkalidisebut dengan “bungkus rokok-tahun”) rokok yang dihisap, oleh karenanya resikonya meningkat 60 sampai 70 kali lipat pada pria yang merokok dua bungkus sehari selama 20 tahun jika dibandingkan dengan yang tidak merokok. Sebaliknya, kemungkinan terjadinya kanker paru menurun dengan berhenti merokok namun tidak akan turun sampai seperti pada yang tidak merokok. peningkatan kanker paru pada wanita juga berkaitan dengan peningkatan merokok sigaret. Wanita memiliki resiko relatif yang lebih besar pada setiap pajanan daripada pria (1,5 kali lebih tinggi), dan wanita dengan kanker paru lebih banyak daripada pria yang tidak pernah merokok. Perbedaan berdasarkan jenis kelamin ini kemungkinan dikarenakan kerentanan terhadap tembakau yang lebih tinggi pada wanita. Usaha untuk membuat orang berhenti merokok adalah wajib. Namun demikian, berhenti merokok adalah sangat sulit, karena kebiasaan merokok mencerminkan adiksi yang kuat terhadap nikotin. Adiksi pada merokok adalah biologis dan psikososial. Metde yang berbeda tersedia untuk membantu memotivasi perokok menghentikan kebiasaannya termasuk konseling, terapi perilaku, pengganti nikotin (permen karet, plester, spray sublingual, inhaler), dan antidepressan (buproprion). Namun demikian, metode ini hanya berhasil pada 20 sampai 25% individu dalam 1 tahun. Mencegah orang untuk mulai merokok mungkin lebih efektif, suatu usaha yang perlu dilakukan terutama pada anak-anak.

Penelitian genetis molekuler menunjukkan didapatinya sel kanker paru pada sejumlah lesi genetis, termasuk aktivasi onkogen dominan dan inaktivasi supresor tumor atau onkogen resesif. Kenyataannya, sel kanker paru mungkin harus terkumpul dalam jumlah besar (mungkin 20) untuk lesi tersebut. Untuk onkogen yang dominan, ini termasuk titikmutasi pada daerah pengkode pada keluarga ras onkogen (terutama gen K-ras pada adenocarcinoma paru); amplifikasi, penyusunan ulang, dan/atau hilangnya pengendalian transkripsional pada keluarga onkogen myc (c-, N-, dan L-myc; perubahan pada c-myc ditemukan pada kanker non sel kecil, sedangkan perubahan pada seluruh anggota keluarga myc ditemukan pada kanker paru sel kecil); dan over ekspresi dari gen bcl-2, Her-2/neu, dan gen telomerase. Mutasi tumor pada gen ras dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada kanker paru non sel kecil, sedangkan amplifikasi c-myc dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada kanker paru sel kecil.

MANIFESTASI KLINIS
Kanker paru memberikan tanda dan gejala yang disebabkan oleh pertumbuhan tumor lokal, invasi atau obstruksi struktur sekitarnya, pertumbuhan pada nodus regional melalui penyebaran limfatik, pertumbuhan pada tempat metastase jauh setelah penyebaran hematogen, dan efek dari produk-produk tumor (paraneoplastic syndromes). meskipun 5 to 15% dari pasien dengan kanker paru diidentifikasi ketikan masih asimtomatik, biasanya sebagai hasil ari foto torak pada pemeriksaan rutin, kebanyakan pasien menunjukkan tanda dan gejala. Pertumbuhan sentral atau endobronkial dari tumor primer dapat menyebabkan batuk, hemoptysis, wheezing dan stridor, dyspnea, dan pneumonitis paska obstruksi (demam dan batuk produktif).

Pertumbuhan perifer dari tumor primer dapat menyebabkan nyeri dari keterlibatan pleura atau dinding dada, batuk, dyspnea karena restriksi, dan gejala abses paru yang disebabkan oleh karena kavitasi tumor. Penyebaran regional tumor di dalam thorax (oleh pertumbuhan lanjut atau oleh karena metastasis ke limfonodus regional) dapatmenyebabkan obstruksi trachea, kompresi esophageal dengan dysphagia, paralisis nervus laringeus rekuren dengan suara serak, paralisis nervus phrenikus dengan peninggian hemidiaphragma dan dyspnea, dan paralisis saraf simpatis dengan sindroma Horner (enophthalmos, ptosis, miosis, dan hilangnya keringat sebelah badan). Efusi pleura maligna seringkali menyebabkan dyspnea. Sindrom Pancoast’s (atau tumor sulkus superior) disebabkan oleh perluasan lokal suatu tumor yang tumbuh di apeks paru dengan keterlibatan saraf servikal kedelapan dan saraf thorakika kesatu dan kedua, dengan nyeri bahu yang secara khas menjalar pada distribusi nervus ulnaris di lengan, seringkali dengan destruksi radiologis iga pertama dan kedua. seingkali sindrom Horner dan sindrom Pancoast’s terjadi bersamaan.

Masalah lain dari penyebaran regional adalah sindrom vena cava superior akibat obtruksi vaskuler; penyebaran pericardial dan kardial menyebabkan tamponade, aritmia, atau gagal jantung; obtruksi limfatik dengan akibat efusi pleura; dan penyebaran limfangitis menembus paru dengan hipoksemia dan dyspnea. Tambahan lagi, karsinoma bronkoalveolar dapat menyebar secara transbronkial, menyebabkan pertumbuhan tumor multipel disepanjang permukaan alveolar dengan gangguan pertukaran gas, insufisiensi pernapasan, dyspnea, hipoksemia, dan produksi sputum.

Penyakit metastase ekstra torakal ditemukan dalam otopsi >50% dari pasien dengan karsinoma skuamosa, 80% pada pasien dengan adenocarcinoma dan karsinoma sel besar, dan 95% pasien dengan karsinoma sel kecil. Metastase kanker paru dapat terjadi pada hampir seluruh sistem organ. Masalah klini yang sering berkaitan dengan kanker paru metastatik termasuk metastase ke otak dengan defisit neurologis; metastase tulang dengan nyeri dan fraktur patologis; invasi sumsum tulang dengan sitopenia atau leukoerythroblastosis; metastase ke hati menyebabkan disfungsi hati, obstruksi bilier dan nyeri; metastase limfonodus pada daerah supraclavicular dan terkadang pada axilla dan selangkangan; dan sindrom kompresi medulla spinalis dari metastase epidural atau tulang. Metastase adrenal cukup sering namun jarang menyebabkan insufisiensi adrenal. Sindroma Paraneoplastik sering terjadi pada pasien dengan kanker paru dan dapat merupakan hal yang menyebabkan pasien datang atau tanda dari rekurensi. Tambahan lagi, sindroma paraneoplastik dapat menyerupai penyakit metastase dan, kecuali dapat dideteksi, menyebabkan pengobatan paliatif yang tidak tepat daripada pengobatan kuratif.

DIAGNOSIS DAN STAGING
Diagnosis Awal
Uji saring pada orang yang asimtomatik dengan resiko tinggi (pria >45 yang merokok >40 batang perhari) dengan cara sitologi sputum dan foto toraks tidak meningkatkan tingkat kebertahanan hidup. Meskipun 90% pasien kanker paru yang dideteksi melalui uji saring merupakan asimtomatis, tidak ada perbedaan yang ditemukan pada tingkat survival pada kelompok yang mengalami skrining dan tidak mengalami skrining. penggunaan spiral computed tomography (CT) dosis rendah pada paru mungkin lebih sensitif, terutama untuk lesi perifer. Namun demikian, tingkat positif palsu cukup tinggi (25% menunjukkan hasil abnormal, hanya 10% diantaranya yang benar-benar kanker), dan keuntungan survival untuk skrining masih belum terbukti.

Diagnosis Jaringan Kanker Paru
Setelah tanda, gejala ataupun uji skrining merujuk ke arah kanker paru, suatu diagnosis jaringan harus ditegakkan. Jaringan tumor dapat diambil edengan menggunakan biopsi bronchial atau transbronchial sewaktu bronchoscopy serat optik; dengan biopsi nodus sewaktu mediastinoscopy; dari spesimen operatif pada saat reseksi bedah definitif; dengan biopsi percutaneous dari limfonodus yang membesar, massa jaringan lunak, lesi lisis tulang, sumsum tulang, atau efusi pleura; dengan aspirasi jarum halus pada massa tumor torakal atau ekstratorakal penggunakan panduan CT; atau dari blok sel yang cukup yang didapkan dari efusi pleura maligna. Dalam kebanyakan kasus, ahli patologi harus mampu membuat suatu diagnosis definitif dari keganasan epitel dan membedakan kanker paru sel kecil dari non sel kecil.

Staging Kanker Paru
Staging Kanker paru terdiri dari dua bagian: yang pertama, suatu penentuan lokasi tumor (anatomic staging) dan, yang kedua, penilaian kemampuan pasien untuk menghadapi berbagai pengobatan anti tumor (physiologic staging). Pada pasien dengan kanker paru non-small cell, resektabilitas (apakah tumor dapat diangkat sepenuhnya oleh suatu prosedur bedah standar seperti suatu lobektomi atau pneumonectomy), yang tergantung pada anatomic stage tumor tersebut, dan operabilitas (apakah pasien dapatmentoleransi prosedur pembedahan tersebut), yang tergantung pada fungsi kardiopulmoner pasien, ditentukan.

Kanker paru non sel kecil
Sistem staging internasional TNM harus digunakan pada kasus-kasus kanker paru non sel kecil, terutama dalam menyiapkan pasien untuk usaha kuratif dengan pembedahan ataupun radioterapi (Table 75-3). Beragam faktor T (ukuran tumor), N (keterlibatan limfonodus regional), dan M (ada atau tidak adanya metastase jauh) dikombinasikan untuk membentuk berbagai tingkat stadium. Pada saat datang pertama kali, sekitar sepertiga dari pasien memiliki peyakit yang cukup terlokalisir untuk usaha kuratif dengan pembedahan atau radioterapi (pasien dengan penyakit stadium I atau II dan beberapa dengan stadium IIIA), sepertiga telah meiliki metastase jauh (stadium IV), dan sepertiga memiliki penyakit lokal atau regional yang dapat atau tidak dapat dilakukan usaha kuratif (beberapa pasien dengan stadium IIIA dan yang lainnya dengan stadium IIIB). Sistem penggolongan stadium ini memberikan informasi prognosis yang berguna.

Kanker paru sel kecil
Suatu sistem sederhana dua stadium digunakan untuk kanker jenis ini. Berdasarkan sistem ini, penyakit stadium terbatas (terlihat pada sekitar 30% dari seluruh pasien dengan Kanker paru sel kecil) didefinisikan sebagai penyakit yang terbatas pada satu hemithoraks dan limfonodus regional (termasuk mediastinal, hilus kontralateral, dan biasanya nodus supraclavicular ipsilateral), sedangkan penyakti stadium ekstensif (terlihat pada sekitar 70% psaien) didefinisikan sebagai penyakit yang melewati batasan tersebut. Pemeriksaan klinis seperti pemeriksaan klinis, foto rontgen, CT dan bone scan, dan pemeriksaan sumsum tulang berguna untuk menentukan stadiumnya. Pada bagiannya, definisi dari limited-stage berkaitan dengan apakah tumor yang diketahui dapat ditangani dengan suatu terapi radiiasi yang dapat ditoleransi. Oleh karenanya, nodus supraclavicular kontralateral, keterlibatan nervus laringeus rekuren, dan obstruksi vena kava superior kesemuanya bisa menjadi bagian dari limited-stage. Namun demikian, tamponade jantung, efusi pleura maligna, dan keterlibatan parenkimparu bilateral umumnya dimasukkan kedalam extensive-stage karena organ-organ dalam suatu terapi radiasi yang kuratif tidak mampu mentoleransi dosis radioterapi yang diberikan.

PENATALAKSANAAN
Pasien harus diyakinkan untuk berhenti merokok. Mereka yang berhenti merokok terbukti lebih baik daripada mereka yang tetap merokok.

Pembedahan
Pada pasien dengan kanker paru non sel kecil stadium IA, IB, IIA dan IIB yang dapat mentoleransi pembedahan, pengobatan terpilih adalah reseksi paru.
Pada kasus stadium IIIA dimana usia pasien, fungsi kardiopulmoner, dan anatominya memenuhi sarat, suatu pendekatan tim (melibatkan ahli penyakit paru, bedah toraks, onkologi medis dan radiasi) adalah berguna. Kemoterapi Neoadjuvant dengan atau tanpa radioterapi dapat mengecilkan tumor lokal, mengatasi mikrometastase, dan membuat reseksi bedah menjadi lebih aman dan lebih efektif pada pasien terpilih. Jika reseksi sempurna memungkinkan, tingkat kebertahanan hidup 5 tahun untuk N1 adalah sekitar 50%, dan 20% untuk N2. Namun demikian, hanya 20% kasus penyakit N2 yang secara tekhnis dapat direseksi, dan kebanyakan diantaranya diketahui sebagai N2 hany pada saat. Pembedahan untuk kasus N2 adalah pembahasan yang paling kontroversial pada penatalaksananan bedah kanker paru.
Pasien dengan nodus mediastinum positif (N3)kontralateral maupun bilateral, keterlibatan nodus ekstrakapsuler, atau nodus yang terfiksasi bukanlah kandidat untuk reseksi. Pendekatan yang membuat reseksi mungkin adalah reseksi dinding dada untuk perluasan langsung dari tumor, tracheal sleeve pneumonectomy, and sleeve lobectomy untuk lesi yang berada dekat carina. Neoadjuvant kemoterapi (preoperatif) memiliki tingkat responsif 50 sampai 60% dan memungkinkan tumor yang tidak dapat direseksi menjadi dapat direseksi pada banyak pasien yang merespon.

Video-assisted thoracic surgery (VATS) melalui thorakoskopi tidak biasa digunakan dalam reseksi kuratif kanker paru namun dapat berguna untuk lesi perifer pada pasien dengan fungsi paru yang buruk. Tingkat kematian 30 hari di rumah sakit setelah reseksi paru adalah 3% untuk lobektomi dan 6% untuk pneumonectomy. Oleh karenanya, kebanyakan psien yang diduga memiliki “kuratif” reseksi pada akhirnya meninggal karena metastase, biasanya setelah 5 tahun dari waktu pembedahan.

Radioterapi
Pasien dengan stadium III, sebagaimana halnya dengan apsien pada stadium I atau II yang menolak pembedahan atau bukan merupakan kandidat untuk reseksi apru, harus dipertimbangkan untuk radioterapi dengan tujuan kuratif. Keputusan untuk memberikan radioterapi dosis tinggi berdasarkan pada luasnya penyakit dan volume dada yang memerlukan radiasi. Pasien dengan metastase jauh, efusi pleura maligna, atau keterlibatan jantung pada umumnya tidak dipertimbangkan untuk radioterapi kuratif. Periode kebertahanan hidup rata-rata untuk pasien dengan kanker paru non sel kecil terlokalisir yang tidak dapat direseksi yang menjalani radioterapi primer dengan tujuan kuratif adalah 1 year. Namun demikian, 6% dari pasien ini hidup sampai 5 tahun dan sembuh dengan hanya radioterapi saja. Sebagai tambahan efek kuratif dari, radioterapi, dengan mengendalikan tumor primer, dapat meningkatkan kualitas dan lamanya hidup padapasien yang tidak sembuh sepenuhnya. Pengobatan biasanya menggunakan dosis 55 sampai 60 Gy, dan perhatian utama ditujukan pada jumlah parenkim paru dan organ lainnya dalam toraks yang dimasukkan dalam rencana terapi, termasuk medulla spinalis, jantung, dan esofagus. Padapasien dengan suatu tingkatan tinggi penyakit paru yang mendasarinya, rencana pengobatan mungkin harus dikomprosikan karena efek merusak dari radiasi terhadap fungsiparu. Resiko terjadinya pneumonitis radiasi proporsional terhadap dosis radiasi dan volume paru yang berada dalam lapangan radiasi. Sindroma klinis penuh (dyspnea, demam, dan infiltrat radiografik di daerah diarahkannya radiasi) terjadi pada 5% kasus. Esophagitis radiasi akut terjadi pada pengobatga ini namun umunya sembuh sendiri, sedangkan cedera medula spinalis harus dihindari dengan perencanaan terapi yang matang.

Terapi Kombinasi
Setelah reseksi yang sepertinya lengkap, radioterapi adjuvant tifdak meningkatkan kebertahanan hidup dan dapat memperburuk pada penyakit N0 dan N1. karsinoma pada sulkus pulmonaris superior menyebabkan sindroma Pancoast yang biasanya diterapi dengankombinasi radioterapi dan pembedahan. Pasien dengan karsinoma ini harus menjalani prosedur preoperatif, termasuk mediastinoskopi dan CT serta PET scan, untuk menentukan perluasan tumor dan suatu pemeriksaan neurologis (dan terkadang pemeriksaan konduksi saraf) untuk mencatat temuan nurologis. Jika pada mediastinoskopi negatif, pendekatan kuratif dapat digunakan untuk mengobati treating suatu tumor sindrom Pancoast.
Radiasi preoperatif [30 Gy dalam 10 sesi pengobatan] diberikan pada daerah tumor, diikuti dengansuatu reseksi en bloc dari tumor dan dinding dada yang terkena 3 sampai 6 minggu kemudian. Tingkat survival 3 tahun adalah 40% untuk karsunoma squamosa dan 20% untuk adeno- dan sel besar.

Kemoterapi dengan etoposide dan cisplatin plus radioterapi pada daerah tumor meningkatkan kemungkinan tumor bisa direseksi dan tingkat keberhasilan >50% pada 4 tahun. Keuntungan yang paling jelas adalah didapatkan jika kemoterapi ditambahkan pada radioterapi untukpenyakit lokal yang sudah lanjut (stadium IIIB dan beberaapa stadium IIIA) dan ketika kemoterapi diberikan preoperatif dengan cara neoadjuvant pada stadium IIIA. Pemberian radioterapi dan kemoterapi secara bergantian saat ini sedang diteliti; myelotoksisitas dan esophagitis meningkat, namun perbaikan survival masih belum terbukti.

PENCEGAHAN
Mencegah anak unutkmulai merokok dan membantu dewasa muda unutk berhent merokok sepertinya merupakan pencegahan kanker paru yang paling efektif. Program pemberhentian merokok berhasil pada 5 sampai 20% dari sukarelawan; keberhasilannya yang rendah adalah karena sifat dari adiksi terhadap nikotin. Kemoprevention adalah suatu pencegahan eksperimental untuk mengurangi resiko kanker paru; saat ini, tidak ada keuntungan yang terbukti untuk intervensi kemoprevention, dan setidaknya dua agen kemoprevention yang digunakan, vitamin E dan b-carotene, sebenarnya meningkatkan resiko kanker paru pada perokok berat.

1 komentar:

MetaEta mengatakan...

makasih buat infonya,,,
tolong lengkapin dong..